Hello and welcome to beautiful My Life as a Binusian.

Archive for December 20th, 2017

Laporan Character Building : Agama [Link Download]

Halo, di post kali ini, saya sertakan link download laporan akhir CB Agama kelompok kami.

Kelompok 13 Kelas LB01

Nama Kelompok :

  1. Alvent Dwinata 2001539575
  2. Andri Yanto 2001544953
  3. Daniel 2001551750
  4. Ivan 2001553314
  5. Jacky 2001544625
  6. Johan Prabowo 2001542216
  7. Klemens Litano 2001547526
  8. Novi Steven 2001541876
  9. Willyanto 2001594680

 

Link : https://drive.google.com/open?id=1XreCG_BwrP5Yov117fD8XgQLfqjaU-bm

Posted on 20 December '17 by , under Uncategorized. No Comments.

Video Kegiatan Character Building : Agama

Halo semuanya, di post ini, kami ingin menunjukkan kegiatan kami secara keseluruhan dalam bentuk video. Kami sertakan video tersebut dalam bentuk link.

Terimakasih. 🙂

Link : https://drive.google.com/file/d/1TCuDK5BHVU7JS3zkTZ01XNhInKomyNVU/view

Posted on 20 December '17 by , under Uncategorized. No Comments.

Lampiran 4 Diskusi Pembuatan Laporan Akhir

Lampiran 4 Diskusi Pembuatan Laporan Akhir kami sertakan dalam bentuk link GDrive. Terimakasih.

https://drive.google.com/open?id=1-JvsLRDGof8sNX30feo-G7RISucTiY7B

Posted on 20 December '17 by , under Uncategorized. No Comments.

Lampiran 3 Kegiatan

Lampiran 3 Kegiatan kami sertakan dalam bentuk link GDrive. Terimakasih.

https://drive.google.com/open?id=1zkuqRxZicaVZPV5XxBbUBqfllLVvGw1a

Posted on 20 December '17 by , under Uncategorized. No Comments.

Lampiran 2 Survey

Lampiran 2 Survey kami sertakan dalam bentuk link GDrive. Terimakasih.

https://drive.google.com/open?id=1V7ui17NQfHKN_BYFRHWqbtVxnYgrBqTr

Posted on 20 December '17 by , under Uncategorized. No Comments.

Lampiran 1 Notulensi

Lampiran 1 Notulensi kami sertakan dalam bentuk link GDrive. Terimakasih.

https://drive.google.com/open?id=17qBZ6wcAEY_Ggpx8H2KGbUbFW1fBq4y4

Posted on 20 December '17 by , under Uncategorized. No Comments.

Bab V Penutup

Bab V

Penutup

 

A. Kesimpulan 

Dari hasil kegiatan ini, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:

 

  1. Keberagaman di Indonesia merupakan anugerah Tuhan yang harus disatukan, dijaga kententramannya, dan dilestarikan hal-hal baiknya.

 

  1. Dari hasil wawancara terhadap 3 tokoh agama dari Buddha, Hindu, Kristen, semua berpendapat bahwa keberagaman merupakan suatu kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia. Selain itu keberagaman juga menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia untuk membuka pemikiran bangsanya akan perbedaan dan mewujudkan Bhinneka Tunggal Ika.

 

  1. Setiap agama mengajarkan toleransi. Pada agama Kristen ada banyak perumpamaan yang tertulis di Alkitab. Perumpamaan orang Samaria yang menolong sesamanya yang tidak seagama (Lukas 10 : 25-37) yang merupakan wujud toleransi. Pada agama Buddha tidak disebutkan secara tersurat dalam tripitaka tentang toleransi, namun secara tersirat mengajarkan kasih kepada sesama yang merupakan bagian dari toleransi. Pada agama Hindu ada slogan “Tat Twam Asi” yang artinya aku adalah kamu dan kamu adalah aku yang berarti kesetaraan dan mengasingkan perbedaan.

 

  1. Sebagai jiwa muda diharapkan bisa menjadi lebih terbuka terhadap keberagaman, mengisi diri dengan hal-hal yang positif, dan menyiapkan waktu untuk selalu bersyukur kepada Tuhan.

 

B. Saran

 

Keterbatasan waktu pada kegiatan dan minimnya peluang yang sulit dicari dalam mencari tokoh agama menjadi kendala untuk mewawancarai 3 tokoh agama lainnya. Jika berhasil mewawancari seluruh tokoh agama, maka hasil dari masalah pada projek ini akan menjadi lebih konkrit karena mendapatkan seluruh pandangan dari agama yang ada di Indonesia.

 

C. Refleksi

 

  • Alvent Dwinata :

 

Berdasarkan kegiatan wawancara yang telah kami lakukan saya mendapatkan pengalaman yang sangat berharga karena bisa berbincang secara langsung dengan tokoh-tokoh agama, selain itu saya juga mendapatkan pelajaran mengenai kehidupan bertoleransi antar umat beragama menurut beberapa tokoh agama yaitu Hindu,Buddha dan Kristen. Intinya dalam setiap setiap agama mengajarkan untuk tidak membeda bedakan agama. jika ada yang membeda bedakan maka itu bukan kesalahan agama melainkan subjek yang menjalankannya karena sekali lagi agama mengajarkan untuk bertoleransi antar umat. Hal lain yang saya dapatkan adalah “Agama bukanlah sumber konflik”, subjek tidak bertanggung jawab yang mengatasnamakan agamalah yang memicu konflik yang terjadi.

 

  • Andri Yanto :

 

Setelah menjalankan kegiatan CB Agama ini saya semakin sadar bahwa kita tidak boleh berpikiran yang sempit dan tertutup. Sebab, pikiran tersebut adalah pikiran yang membuat Indonesia ini semakin terpecah belah, padahal jika kita bersatu kita bisa menjadi sangat kuat. Saya juga jadi belajar bahwa kita harus melihat perbedaan itu sebagai sebuah keindahan atau kelebihan yang kita miliki, dan kita harus menghargai dan memaklumi keberagaman yang ada di Indonesia dan tetap menjaga keterbukaan demi menjaga kerukunan dan persatuan.

 

  • Daniel :

 

Yang saya dapat dari kegiatan wawancara ini adalah bahwa kita setiap manusia mungkin memiliki agama yang berbeda-beda, namun bukan berarti beda agama sama dengan beda pemikiran yang akhir nya menimbulkan perpecahan. Tentu tidak. Mungkin pendapat kita bisa berbeda, tapi kita tidak boleh menghakimi orang yang berbeda pendapat tersebut, melainkan kita harus mengimplementasikan apa yang telah diajarkan oleh agama kita masing-masing. Waktu kami melaksanakan wawancara, salah satu tokoh yang kita wawancarai mengatakan  demikian “Yang salah itu bukan agama nya, melainkan orang nya”. Saya setuju dengan perkataan tokoh ini karena dari ketiga tokoh yang kita wawancarai, mereka menyebutkan bahwa agama mereka masing-masing mengajarkan tentang kasih dan bukan mengajarkan hal-hal yang tidak benar. Mungkin seringkali kita dengar bahwa beberapa orang mengatakan bahwa agama ini memperbolehkan untuk melakukan ini. Namun, nyata nya arti nya berbeda dan akhir nya timbul pertikaian. Oleh karena itu, yang saya dapatkan adalah milikilah kerendahan hati dan saling mentoleransi antara umat beragama karena tidak ada manusia yang sempurna.

  • Ivan :

 

Dari kegiatan wawancara ini, saya pribadi mendapatkan banyak pelajaran baru dan membuka pandangan baru tentang keberagaman di Indonesia. Berdasarkan 3 tokoh agama dari agama yang berbeda (Kristen, Buddha, Hindu), semuanya mengajarkan tentang kasih dan menghargai sesama. Agama sendiri berperan sebagai pedoman akan hal baik yang seharusnya kita lakukan, yang berarti agama merupakan hal yang penting bagi perkembangan kepribadian dan jati diri seseorang. Tetapi bukan berarti orang yang tidak beragama akan berperilaku buruk, karena yang berperan penting dalam pembetukan jati diri dan kepribadian adalah diri sendiri, agama hanya menjadi mentor yang mengajarkan apa yang baik dan buruk untuk dilakukan. Selayaknya manusia biasa, kita membutuhkan agama, namun jangan sampai kita gelap mata dan menjadi fanatik menganggap agama sendiri yang paling benar. “Bhinneka Tunggal Ika” harapnya tidak hanya menjadi cita-cita dan retorika belaka namun bisa menjadi jati diri dan ciri khas bangsa Indonesia.

 

  • Jacky :

 

Melakukan kegiatan wawancara dengan tokoh agama adalah suatu kehormatan dan pengalaman yang berharga. Dengan topik yang berkaitan dengan Keberagaman Agama, dapat membuka wawasan tentang bagaimana kita sebagai mahasiswa dapat melihat agama lain dari sudut pandang yang berbeda, mendengar langsung penjelasan dari tokoh agama dapat memperjelas semua kesalahpahaman yang menjadi tunas permasalahan konflik agama di negara ini. Setelah melakukan wawancara tersebut, didapat bahwa agama mempunyai peranan yang penting bagi umatnya dalam masyarakat, membawa perilaku positif dan membawa moralitas bangsa ke arah yang lebih baik. Batasan dari keberagaman agama adalah hal penting yang perlu dicatat demi terjadinya kerukunan antar beragama.

 

  • Johan Prabowo :

 

Menurut saya, toleransi antar agama adalah solusi terbaik untuk menyelesaikan banyak permasalahan yang berhubungan dengan agama, khususnya di Indonesia. Dialog antar agama adalah salah satu cara untuk meningkatkan rasa toleransi ini, dan wawancara yang telah kami lakukan merupakan salah satu contoh dialog agama. Kegiatan ini memberikan saya banyak wawasan dan perspektif baru perihal keberagaman agama di Indonesia. Para tokoh agama yang kami wawancara menghimbau kepada kami untuk menjaga etika dan moralitas kami, dan salah satu poin yang ditekankan adalah kebijakan dalam pemakaian media sosial. Kesimpulan yang saya dapatkan dari wawancara yang kami lakukan adalah perbedaan agama bukanlah berperan sebagai sumber masalah, melainkan kekayaan budaya dan wawasan bagi seluruh umat beragama. Wawancara ini menjadi bukti nyata apabila rasa toleransi antar agama di Indonesia tidak pernah hilang. Justru, para tokoh agama yang kami wawancara berharap banyak kepada kami sebagai mahasiswa – masa depan bangsa, untuk menjaga kerukunan dan rasa toleransi antar umat beragama di Indonesia.

 

  • Klemens Litano :

 

Kegiatan wawancara yang saya lakukan dengan kelompok saya sangat memuaskan dan membuat hati saya sejuk. Terlepas dari masalah yang saat ini banyak timbul yang didukung dengan agama. Tokoh – tokoh yang dewasa serta bijaksana tidak pernah menyimpan dendam atau ketidaksukaan terhadap perbedaan agama di negara Indonesia ini. Mereka berpendapat bahwa perbedaan ini muncul karena sejarah Indonesia yang Panjang dan mereka melihat perbedaan ini sebagai suatu keindahan. Sejak wawancara yang kami lakukan saya menjadi sadar bahwa agama yang kita anut harus kita ketahui makna – makna tersirat yang ada di kitab suci kita, sambal kita bertoleransi dan menghormati umat beragama lainnya. Kita hidup di Indonesia membutuhkan orang – orang di sekitar kita, kita tidak bisa hidup sendiri. Maka dari itu kami sebagai mahasiswa, generasi penerus bangsa akan terus menjaga keharmonisan antar umat beragama yang telah dipersatukan dengan kerja keras para pendiri Negara Indonesia ini.

 

  • Novi Steven :

 

Kegiatan wawancara tokoh agama ini sangat berarti bagi saya. Banyak pelajaran penting yang dapat saya petik selama wawancara. Tiap tokoh agama berhasil membangun saya untuk lebih toleran dalam keberagaman agama di Indonesia. Dimana akhirnya, pelajaran-pelajaran tersebut harus saya terapkan dan juga bagikan dalam kehidupan sehari-hari saya. Oleh karena itu, jika diberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan seperti ini lagi, akan menjadi sebuah pengalaman berharga lagi nantinya untuk saya dan kelompok saya untuk belajar menjadi umat beragama yang lebih baik.

 

  • Willyanto :

 

Kegiatan ini telah memberikan saya banyak wawasan dan perspektif baru mengenai toleransi antar umat beragama. Melalui kegiatan ini, saya mendapatkan pelajaran-pelajaran berharga dari para tokoh agama. Selain itu, hal lain yang saya dapatkan dari kegiatan ini adalah agama bukanlah sumber konflik agama, yang menjadi sumber konflik agama adalah ego atau kepentingan diri yang mengatasnamakan agama untuk memicu konflik.

 

Posted on 20 December '17 by , under Uncategorized. No Comments.

Bab IV Hasil Kegiatan

Bab IV

Hasil Kegiatan

 

A. Wawancara 1

 

Hari/Tanggal : Kamis, 2 November 2017

 

Pukul : 14.00 – 15.45

 

Tempat : Rumah Pendeta Elisabeth Linda Hermawati S.Ag

Jl. Kebon Nanas Selatan 1 No. 7A RT.016/RW.08, Kelurahan Cipinang          Cempedak, Jakarta Timur

 

Tokoh Agama Kristen : Pendeta Elisabeth Linda Hermawati S.Ag

 

Hasil :

Q: “Apakah pandangan Ibu atau agama Ibu mengenai keberagaman agama di Indonesia (dari sisi positif dan negatifnya) ?”

A: “Menurut sila pertama pada Pancasila, yakni Ketuhanan yang maha Esa, kita harus memiliki sikap yang terbuka dan  toleran terhadap keberagaman agama di Indonesia. Beragam iman, agama dan denominasi agama akan meningkatkan rasa toleransi dan kekayaan budaya bagi Negara kita. Di Indonesia, diantara umat beragama mayoritas terdapat umat beragama minoritas. Didalam keberagaman ini umat dapat saling belajar nilai-nilai satu sama lain, sembari saling mengasihi sesama juga – bukan saling membenci. Meski begitu, ada beberapa pihak yang terlalu fanatik terhadap agamanya dan merasa dirinya paling benar. Pihak-pihak ini cenderung memaksakan pemikirannya kepada orang lain, bahkan cenderung memberikan tekanan dan kekerasan terhadap orang yang dianggapnya salah (kafir). Padahal, semua agama berputar kepada hukum kasih. Kemajemukan agama seharusnya tidak dianggap sebagai suatu kesalahan atau penyesatan, melainkan kekayaan budaya untuk mencapai persatuan.”

 

Q :” Menurut pandangan Ibu, apakah solusi terbaik untuk menyelesaikan konflik-konflik yang berhubungan dengan keberagaman agama ?”

A : “Dimulai dari keluarga. Di dalam keluarga anak-anak harus diajarkan agama dengan benar. Dalam Kristen terdapat hukum kasih yang digambarkan Yesus pada Lukas 10. Manusia harus dapat mengasihi dan menolong sesamanya, bukan hanya yang seagama saja (Konflik agama dapat berakar dari pola pikir dan iman yang salah, sehingga perlu pendidikan yang benar). Hukum kasih ini harus diajarkan kepada anak-anak melalui orang tuanya. Anak-anak juga harus diajarkan cara bergaul yang baik, agar iman dan mindset anak terjaga agar tidak menyimpang.”

 

Q:”Menurut Ibu apa yang harus pemerintah lakukan agar Indonesia bisa bersatu di antara keberagaman yang kita hadapi ?”

A:” Pemerintah memberikan tanggung jawab bagi seluruh lapisan masyarakat perihal kehidupan beragama, dimulai dari pemuka agama. Tokoh-tokoh agama harus dapat memberikan teladan yang baik, bukan melakukan provokasi kepada umatnya. Contohnya adalah Mahatma Gandhi, beliau mengikuti hukum kasih (Matius 5:43-44) namun beliau adalah Hindu, tidak masuk Kristen. Pemerintah, melalui tokoh-tokoh agama harus dapat memberikan pendidikan agama yang sesuai ke masyarakat melalui kegiatan-kegiatan keagamaan dan kemasyarakatan di berbagai tingkat masyarakat. Pemerintah juga dapat memberikan pendidikan karakter (Jangan terlalu fanatik terhadap agama) melalui instansi pendidikan, seperti sekolah dan tempat perkuliahan.”

 

Q: ”Indonesia belakangan ini semakin kelihatan bahwa walaupun semboyan kita ini “Bhineka Tunggal Ika”, tetapi masih ada saja kesenjangan sosial antar umat atau ras atau golongan, apa pendapat Ibu tentang hal ini ?”

A: “Manusia tidak sempurna, sehingga tidak mungkin kita berhasil memenuhi konsep “Bhinneka Tunggal Ika” secara sempurna. Hal yang lebih penting adalah edukasi terhadap bangsa kita, penyuluhan yang diberikan kepada masyarakat harus dapat memberikan nilai-nilai kewarganegaraan dan keagamaan yang baik. Untuk menjaga hal ini pula, diperlukan kontrol pada konten internet dan media sosial, yang kini menjadi sangat luas dan kerap dijadikan patokan bagi masyarakat. Dengan pendidikan dan agama yang kuat, niscaya moralitas (Kesadaran dan toleransi antar insan dan kelompok) seseorang juga akan menjadi baik.”

 

Q: “Bagaimana pandangan Ibu mengenai kehidupan toleransi antar umat beragama yang sekarang dengan yang dulu ?”

A: “Pada jaman saya (70-80an), diskriminasi terasa sangat kuat terutama terhadap agama dan etnis minoritas. Hal ini dapat dirasakan pada lingkungan perkuliahan dan karir (Terutama universitas negeri, pegawai negeri sipil, kedudukan politik). Pada awal reformasi diskriminasi masih ada dan terasa, namun efeknya sudah melunak – terutama setelah era Abdulrahman Wahid, yang mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang lebih baik bagi etnis atau agama minoritas. Kini kebanyakan anak muda tidak lagi terlalu menggubris masalah diskriminasi, sehingga efeknya semakin lama semakin pudar. Masalah SARA mungkin akan terus menghantui Indonesia seiring dengan berjalannya alur politik dan kehidupan berbangsa, namun yang lebih penting adalah sikap semua orang dalam menyikapi hal ini.”

Q: “Apakah pendapat Ibu mengenai pemakaian media sosial dalam konteks keberagaman agama ? (Media sosial sering dipakai sebagai media untuk dakwah, diskusi, pendalaman agama, dll.)”

A: “Hal yang paling vital dan sederhana adalah menerapkan saringan / filter terhadap konten-konten pada internet atau media sosial. Hal ini sangat penting, terutama untuk pihak yang sering membuat atau memakai isu / hoax untuk kepentingan yang tidak baik. Para pengguna teknologi juga harus berpikir secara luas dan objektif, agar tidak salah dalam menafsir informasi yang beredar di Internet. Pola pikir yang baik juga diperlukan untuk menjaga agar tidak timbul rasa radikalisme. Fanatisme itu tidak buruk, namun radikalisme adalah suatu hal yang tidak baik.”

 

Q: “Apakah Ibu setuju jika suatu negara atau daerah hanya terdiri dari 1 agama saja ? Tolong sertakan alasannya !”

A: “Sangat tidak setuju. Urusan iman berada diluar kendali manusia. Pada Pancasila tertulis Ketuhanan yang maha Esa. Tuhan adalah Esa dan satu, namun iman dan hati nurani Manusia merupakan urusan manusia dengan Tuhan, sehingga tidak dapat dipaksakan. Negara mungkin memiliki mayoritas agama tertentu, namun tidak ada negara di dunia yang hanya terdiri dari satu agama.”

 

Q: “Apakah Ibu setuju bahwa toleransi antar umat beragama dapat meningkatkan kepedulian sosial ? Tolong sertakan alasannya !”

A: “Sangat setuju. Misalnya kehidupan di Ambon, agama yang satu seringkali membantu agama yang lain membangun rumah ibadahnya. Antar agama hidup rukun dan damai. Hal ini dapat terwujud karena orang disana merupakan keluarga dari satu keturunan dan komunitas yang sama meskipun berbeda agama atau marga, sehingga rasa toleransi, empati dan gotong royong sangat kuat diantara mereka. Hal ini juga dapat dilihat pada daerah-daerah rural lain di Indonesia. Justru pada daerah perkotaan tali persaudaraan sudah pudar, sehingga sering terjadi konflik antara pihak yang satu dengan yang lain.”

 

Q: “Menurut Ibu lebih baik untuk mementingkan agama sendiri atau toleransi antar agama terlebih dahulu ? Tolong sertakan alasannya !”

A: “Tidak mungkin seseorang dapat memiliki toleransi jika orang tersebut belum mendalami agamanya dengan baik. Seseorang yang beragama dengan benar tentunya akan memiliki rasa toleransi itu secara otomatis. Hal ini dikarenakan semua agama berputar pada satu hal yang sama, yaitu Kasih.”

 

Q: “Menurut Ibu, setelah melihat keadaan Indonesia yang masih memiliki kesenjangan sosial karena perbedaan ini, apakah yang akan terjadi jika hal ini terus berlanjut ?

A: “Akan terjadi perpecahan, diskriminasi dan kesenjangan sosial yang sangat tinggi. Kehidupan tidak akan berjalan seperti seharusnya. Kasih hanya sebatas retorika belaka, sehingga masa depan akan rusak dan nilai agama hilang. Anak muda harus dapat berinovasi agar hal tersebut tidak terjadi, misalnya dari wawancara ini – lahir suatu gerakan atau program yang bermanfaat bagi orang lain agar CB Agama ini tidak juga menjadi sebatas retorika.”

 

Q: “Beberapa orang menganggap bahwa agama adalah sumber masalah atau sumber konflik, apakah Ibu setuju dengan hal ini ? Apa alasannya ?”

A: “Agama bukanlah menjadi sumber masalah, namun manusialah yang menjadi masalah. Ajaran semua jenis agama baik adanya, namun penafsiran dan moralitas yang salah menjadi sumber dari segala masalah. Agama tidak perlu dirubah, namun manusia yang beragamalah yang perlu diperbaiki dengan agama. Tidak semua manusia dapat diperbaiki meski dengan segala daya upaya sesama manusia. Hal tersebut berada diluar kuasa manusia, maka biarlah segala hal tersebut menjadi berkat bagi semuanya. Problema ini terjadi di agama Kristen pada kisah Sodom dan Gomora. Manusia hancur karena kesalahannya sendiri (Dosa), bukan karena agama. Mereka yang dibinasakan oleh karena dosanya tidak dapat diselamatkan oleh sesama manusia (Abraham), sehingga kejadian tersebut hanyalah menjadi sebatas peringatan dan berkat bagi manusia lainnya.”

 

Q: “Menurut Ibu contoh karakteristik seseorang yang sudah memiliki toleransi antar agama seperti apa ? Tolong jelaskan !”

A: “Pertama, memiliki integritas diri yang baik, terutama dalam menjaga hubungan yang baik dengan Tuhan. Hubungan yang baik dengan Tuhan bukanlah perihal simbolis atau sekedar untuk penampilan semata, namun kesungguhan hati dalam beriman. Hal ini akan menjadi landasan bagi karakteristik kedua, yaitu untuk menjaga hubungan yang baik dengan sesamanya (Merupakan isi  dari hukum kasih). Antar kedua ini saling berhubungan. Jika seseorang dapat mengasihi Tuhan yang tidak terlihat – secara otomatis orang tersebut dapat mengasihi sesamanya yang terlihat.”

 

Q: “Menurut Ibu apa dampak teknologi, politik, sosial, dan ekonomi dalam toleransi antar agama ?”

A: “Antar semua bidang ini saling berkaitan satu dengan yang lain. Semuanya baik adanya, namun manusialah yang mengotori hal-hal ini. Kepentingan pribadi cenderung menggeser hal-hal yang benar, sehingga pada akhirnya hubungan dengan sesama – bahkan hubungan dengan Tuhan dapat digeser kepentingan pribadi. Perkembangan bidang-bidang ini tanpa didasari agama dan moral akan menjurus kepada rusaknya hubungan sosial. Etika dan moral akan menjadi sebatas formalitas. Dalam hal ini bukan hanya toleransi yang akan luntur, namun nilai agama itu sendiri akan hilang.”

 

Q: ”Menurut kitab suci agama Ibu, apakah ada kutipan yang membahas tentang keberagaman ?”

A: “Ada banyak perumpamaan yang tertulis di Alkitab. Perumpamaan orang Samaria yang menolong sesamanya yang tidak seagama (Lukas 10 : 25-37), Paulus yang melayani orang Yunani yang berbeda agama (Kisah Para Rasul), Keluarnya umat Israel dari Mesir dibantu oleh orang-orang lain selain Israel (Kitab Raja-Raja). Yesus bersabda, apabila sesama manusia adalah semua manusia. Istilah keberagaman seharusnya bukanlah menekankan masalah perbedaan antar pihak, namun kekayaan yang timbul dari semua pihak yang hidup berdampingan.”

 

Q: “Menurut Ibu apakah ada batasan-batasan dalam toleransi antar agama ? Tolong jelaskan !”

A: “Batasan yang penting adalah menghormati hukum dan norma dari agama lain dan agama sendiri. Umat antar agama harus dapat menolerir sifat dari suatu agama. Jika terjadi permasalahan antar norma ini, maka diperlukan dialog antar agama untuk mencari jalan keluar yang dapat menghormati kedua pihak. Pada kasus yang ekstrim dan tidak dapat diselesaikan, maka setiap agama harus kembali kepada dasar agama masing-masing untuk mencari solusi yang tepat untuk masalah tersebut.”

 

Q: “Apa saran Ibu kepada Kami sebagai mahasiswa atau generasi penerus Bangsa dalam mengembangkan dan menjaga kerukunan dan toleransi agama ?”

A: “Khususkan waktu untuk mengasihi dan bersyukur kepada Sang Pencipta. Dengarkanlah, hormatilah dan terapkanlah nasihat dari orangtua. Janganlah kehilangan identitas dan berusaha untuk berubah menjadi orang lain, tapi berusahalah untuk mengasihi orang lain.”

 

B. Wawancara 2

 

Hari/Tanggal : Jumat, 10 November 2017

 

Pukul : 09.00 – 10.45

 

Tempat : Ekayana Buddhist Centre atau Vihara Ekayana Arama

Jl. Mangga II No. 8 RT.008/RW.08, Duri Kepa, Jakarta Barat, 11510

 

Tokoh Agama Buddha : Bhante Nyanagupta

 

Hasil :

Q: “Apakah pandangan Bapak atau agama Bapak mengenai keberagaman agama di Indonesia (dari sisi positif dan negatifnya) ?”

A: “Kalau kita melihat bangsa Indonesia dari awal, kita melihat geografis Indonesia, kita lihat sejarah Indonesia dari awal, Indonesia dibentuk dari berbagai etnis, agama-agama juga masuk, sesuai dengan periode waktu. Dari Indonesia sendiri juga menghasilkan pemikiran-pemikiran agama yang berbeda, yang baru , yang saling berhubungan. Jadi ini suatu yang sangat indah sebenernya, sesuatu yang merupakan kekayaan bagi bangsa Indonesia. Oleh karena itu para pendiri bangsa sebenarnya sudah menyadari itu, kekayaan ini juga bisa menjadi suatu kelemahan jika tida di-manage dengan baik. Untuk bisa mempersatukan kelompok-kelompok yang berbeda, ini butuh suatu berkat, oleh karena itu kita diberi identitas atau kebangsaan. Pada masa lalu ketika masa kerajaan-kerajaan Majapahit juga seperti itu makanya muncul semboyan Bhinneka Tunggal Ika dan itu digali kembali dijadikan berkat buat bangsa Indonesia modern, karena istilah Indonesia ini juga baru ditanamkan 200-300 tahun oleh para ahli, inilah yang digunakan, identitas ini yang diberkatkan ke bangsa ini. Oleh karena itu bagi saya melihat keberagaman ini adalah suatu kekayaan yang luar biasa tetapi juga di satu sisi negatifnya juga merupakan suatu tantangan bagaimana untuk merekatkan berbagai etnis, berbagai agama yang berbeda ini.”

 

Q :” Menurut pandangan Bapak, apakah solusi terbaik untuk menyelesaikan konflik-konflik yang berhubungan dengan keberagaman agama ?”

A : “Saya tidak memandang konflik-konflik itu adalah konflik agama. Saya melihat lebih dalam lagi sebenarnya itu adalah konflik kepentingan antara individu dan kelompok, dan yang paling besar adalah konflik-konflik kepentingan politik yang berada di sana. Kenapa konflik-konflik itu bisa membawa ke masalah agama? Karena itu adalah agama, adalah salah satu alat yang paling jitu untuk menggerakan massa, untuk membangkitkan emosional identitas,  selain etnis, selain aliran politik. Sebenarnya banyak yang bisa membangkitkan emosional massa, dan saat ini yang bisa membangkitkan emosional massa hanya agama dan yang kedua adalah etnis. Untuk urusan aliran politik sebenarnya Indonesia agak cair misalnya pada saat awal-awal kemerdekaan pada tahun 50 an ketika garis aliran politik sangat kental. Saat ini sebenarnya tidak begitu kental.”

 

Q:”Menurut Bapak apa yang harus pemerintah lakukan agar Indonesia bisa bersatu di antara keberagaman yang kita hadapi ?”

A:”Kita kembali ke semangat ideologi bangsa, seperti yang saya katakana para founding fathers telah mengatakan semboyan pemersati “Bhinneka tunggal Ika”, dan ideologi bangsa Pancasila. Kita kembali ke semangat dasar ini, kepada landasan, karena itu disebut dasar negara karena semuanya dibangun dari sana. Oleh karena itu dasar ini kalau kita sebut sebagai pondasi harus dibangun dengan kuat. Tetapi penanaman pondasi, penanaman ideology bangsa ini belum benar-benar kuat. Oleh karena itu ini adalah tugas bagi setiap regime, setiap pemerintahan untuk benar-benar menanamkan ideology bangsa ke masyarakat termasuk agama apapun. Kita berada di Indonesia kita mengaku keberagaman yang ada di Indonesia. Ini harus terus ditanamkan di berbagai aspek, dari sekolah, dari formal dan unformal, dari media, dari institusi keagamaan itu sendiri, dan yang paling penting adalah dari keluarga, karena inti dari masyarakat adalah di keluarga. Penanaman seperti itu yang harus dilakukan karena pendidikan ini beragam, pendidikan formal dan non-formal, itu semua harus dilakukan, di organisasi-organisasi kemasyarakatan, ini semua harus dilakukan, dan dilakukannya bukan hanya aspek formal belaka, kumpul-kumpul atau zaman dulu seperti penataran Pancasila, bukan yang seperti itu, itu penting, tapi dalam bentuk yang lebih nyata.”

 

Q: ”Indonesia belakangan ini semakin kelihatan bahwa walaupun semboyan kita ini “Bhineka Tunggal Ika”, tetapi masih ada saja kesenjangan sosial antar umat atau ras atau golongan, apa pendapat Bapak tentang hal ini ?”

A: “Itu dua hal yang saling berkaitan, dua hal yang berbeda, ketika ada kesenjangan sosial, ada kecemburuan di sana. Ini yang bisa dimanfaatkan sebagai celah untuk membangkitkan rasa tidak suka. Jadi urusan kebhinnekaan itu, gampang orang  mengakui kebhinnekaan tetapi mengakui tunggal ikanya itu susah. Bhinneka itu kan beragam, beragam tetapi tetap satu, bagaimana untuk tetap satunya? Itu yang menjadi tantangan. Semua orang tau kita beragam, tetapi bagaimana menghargai perbedaan itu yang tidak mudah. Karena interpretasi orang bisa mengatakan karena berbeda harus disatukan, harus diseragamkan, apakah mungkin seperti itu? Tidak. Tetapi bagaimana menanamkan bahwa kita itu berbeda, oleh karena itu kita harus saling menghargai. Berbeda dari segi agama, etnis, dan urusan sosial juga. Di dunia ini tidak ada satu pun negara yang tidak memiliki urusan kesenjangan sosial, pasti ada yang kaya ada yang miskin, cuma bedanya miskinnya sampai tahap apa. Di negara yang maju sekali pun seperti di Eropa, atau di mana pun tetap ada yang miskin, cuma miskinnya sampai tahap seperti apa, dan kaya nya sekaya apa. Jadi itu tetap ada di mana-mana, bagaimana cara me-manage itu ? Cara memanage itu tentu karena kemiskinan, karena kesenjangan sosial ini bisa menjadi trigger bagi kecemburuan dan lain sebagainya. Apalagi kemiskinan ini berada di kelompok agama yang tertentu, yang mayoritas miskin di daerah ini adalah agama ini, ini gampang sekali di-trigger­, nah yang kelompok yang kaya ini adalah kelompok etnis tertentu, nah, ini gampang membangkitkan kecemburuan. Oleh karena itu, tugas dari bangsa ini adalah bagaimana mengatasi kemiskinan, ini yang terus dilakukan dari Indonesia merdeka. Bagaimana menarik jarak ini, supaya yang disebut angka kemiskinan ini berkurang, setidaknya lebih banyak, mayoritas orang bisa cukup makan, urusan sandang, pangan, papan. Semua terpenuh secara standar kalau bisa di atas standar. Jika hal ini bisa terjadi, orang-orang akan lebih tidak terlalu mudah dipancing oleh isu-isu SARA.”

 

Q: “Bagaimana pandangan Bapak mengenai kehidupan toleransi antar umat beragama yang sekarang dengan yang dulu ?”

A: “Kalau menurut saya sendiri, toleransi sekarang lebih kendur dibanding yang dulu, kenapa? Ya, karena perkembangan dari paham individualistik sendiri, perkembangan dari budaya urban itu sendiri, budaya urban adalah budaya yang lebih individualistik. Tidak heran kalau di Jakarta anda tidak kenal sama tetangga, tetapi pada masa 20-30 tahun yang lalu, ketika kita hidup di dalam kondisi yang lebih rural, di kondisi pedesaan, ataupun di kota sekalipun, hubungan dengan tetangga itu sangat baik. Tetangga itu bisa saja tidak seagama dengan kita, tetapi tetap bisa berlaku dengan baik. Untuk saat ini di berbagai tempat di Indonesia masih bisa seperti itu, cuma tingkat kebersamaannya tidak lagi seerat pada masa lalu, karena budaya urban terus menggerus. Budaya individualistic ini yang sebenarnya bisa menjadi benih-benih tumbuh suburnya pandangan radikalisme, yang dimana gampang sekali tersirami karena kita hanya melihat dari sudut pandang kita sendiri, semua memikirkan diri sendiri, tidak memikirkan masyarakat sekitar, orang sekitar yang bukan keluarga. Sehingga gampang sekali ditanamkan pemahaman yang keliru, karena dilihat dari satu sisi.”

 

Q: “Apakah pendapat Bapak mengenai pemakaian media sosial dalam konteks keberagaman agama ? (Media sosial sering dipakai sebagai media untuk dakwah, diskusi, pendalaman agama, dll.)”

A: “Ini adalah perkembangan zaman, institusi agama harus menggunakannya dengan sebaik-baiknya. Ini adalah suatu yang mau tidak mau harus dilakukan, jika mau menyentuh segmen masyarakat terutama anak muda. Harus diakui mayoritas anak muda adalah pengguna yang sangat giat di media sosial. Mungkin sebagian besar pasti setiap hari menggunakannya. Oleh karena itu lembaga institusi keagamaan harus menggunakan itu untuk menjangkau pemuda-pemuda ini. Kalau tidak mereka akan bersentuhan dengan hal-hal yang lain, itu akan menjadi suatu opsi bagi mereka, jika suatu institusi agama tidak mengikuti perkembangan ini, dia akan tergerus juga dari segmen anak muda. Oleh karena itu ini merupakan suatu hal yang harus diikuti.”

Q: “Apakah Bapak setuju jika suatu negara atau daerah hanya terdiri dari 1 agama saja ? Tolong sertakan alasannya !”

A: “Bukan urusan setuju atau tidak setuju. Tergantung dari kondisi sejarah negara tersebut. Misalnya kalau kita berbicara, kita lihat, 100-200 negara. Dari sekian banyak negara ini, ada sebagian yang memang hanya ada satu agama di sana. Kenapa ? Karena perkembangan sejarahnya seperti itu. Misal kita ambil contoh Arab Saudi. Arab Saudi juga sebenarnya bukan 100% Islam, tetapi 99 sekian persen Islam. Kenapa seperti itu? Karena perkembangan sejarah, membawa negara itu menjadi mayoritas Islam atau 100% Islam. Lalu kita ambil contoh lain, Vatikan. Vatikan itu adalah tanah suci Katolik, tentu 100% Katolik. Atau Roma, yaitu tempat berkembangnya gereja Katolik barat. Tentu di negara itu bisa dikatakan mayoritas adalah katolik. Beberapa negara yang lebih spesifik lagi Kuwait, 100% islam, kemudian etnisnya sama. Ini kembali ke sejarah negara itu sendiri, kita tidak bisa men-cap kalau ini kayanya lebih mudah, harus balik lagi, di Indonesia itu tidak bisa seperti itu, sejarah Indonesia berbeda. Apa yang sebenarnya disebut dengan Indonesia ? Indonesia kan adalah suatu label, nama yang diberikan sejarawan pada masa itu, atau antropolog, yang menyebut daerah kepulauan yang sekarang negara ini dengan sebutan Indonesia. Pada masa lalu tidak ada sebutan Indonesia, pada zaman Majapahit disebut dengan Nusantara. Pada masa lalu apakah Indonesia ini satu? Tidak, Indonesia terdiri dari berbagai suku. Dan masing-masing suku, daerah itu memiliki latar belakang sejarah yang berbeda kerajaan-kerajaan yang berbeda jika kita telusuri lebih dalam lagi. Tetapi itu adalah kerajaan-kerajaan kecil, kerajaan kecil bisa jadi cuma satu etnis. Misalnya kita berbicara Aceh, Aceh masa lalu juga apakah cuma terdiri dari satu kerajaan Aceh? Ternyata jika anda mempelajari sejarah Aceh, provinsi Aceh sekarang itu pun dulu pernah ada beberapa kerajaan dengan pusat yang berbeda-beda, akhirnya ada yang mempersatukan sehingga menjadi etnis Aceh sekarang. Etnis Aceh itu apakah juga cuma satu etnis? Ternyata beragam juga, ada orang di Banda Aceh, ada juga orang yang di gunung pedalaman. Itu juga tiap provinsi memiliki karakteristik sendiri, bahkan memiliki sejarah yang panjang, bisa jadi terdiri dari satu atau beberapa pusat kerajaan yang mempengaruhi. Ini yang akhirnya membentuk Indonesia. Kita harus pahami ini sehingga setuju atau tidak setuju itu harus kembali lagi dilihat setuju tidak setuju itu diletakkan di mana? Maka dari itu kita harus pahami dengan belajar sejarah. “Indonesia itu disatukan saja”, ini adalah paham yang tadi saya katakan “lebih bagus seragam” tetapi dalam sepanjang sejarah untuk menyeragamkan bangsa dan etnis yang berbeda itu tidak akan berhasil.”

 

Q: “Apakah Bapak setuju bahwa toleransi antar umat beragama dapat meningkatkan kepedulian sosial ? Tolong sertakan alasannya !”

A: “Itu saling berkaitan, toleransi itu muncul karena peduli juga kan? Kalau orang individualis, tidak mau peduli, tidak akan ada toleransi, karena dia merasa dia paling benar, dan itu saling berkaitan. Kalau kamu peduli dengan keharmonisan, kamu peduli dengan kedamaian, nah itu kamu bisa menghargai orang lain. Itu saling berhubungan kan?”

 

Q: “Menurut Bapak lebih baik untuk mementingkan agama sendiri atau toleransi antar agama terlebih dahulu ? Tolong sertakan alasannya !”

A: “Menurut kamu ? Menurut saya dua-duanya itu saling berkaitan, kita harus bisa melihat dari aspek mana. Saya suka mengatakan, buat kita beragama, agama saya adalah yang paling baik. Ya tidak? Bagi saya agama Buddha adalah yang paling baik, paling lengkap, paling komplit, paling sempurna. Tetapi buat kamu yang beragama Islam, Kristen, atau kepercayaan, ya kepercayaan itulah yang kamu harus anggap paling baik. Kalau kamu tidak merasa itu paling baik kenapa kamu memeluk agama itu? Kecuali kamu hanya “Oh, karena di undang-undang saya harus beragama ya saya beragama”, “karena orang tua saya beragama itu ya saya harus beragama itu”, kita tidak hanya mengikuti, tetapi ketika kita beragama kita harus tau, itu bagi saya. Saya walaupun orang tua saya beragama Buddha, saya beragama Buddha bukan karena ikut orang tua, karena sebelumnya saya sudah mendalami berbagai agama, saya baru benar-benar kembali menjadi umat Buddha baru setelah saya SMA. Jadi itu adalah proses, itu yang harus dipahami, bahwa bagi kita, agama kita yang paling baik, tetapi dalam menjalankannya, kita tidak bisa mengatakan, saya harus mendahului agama saya dibandingkan dengan toleransi, toleransi harus dijalankan bersama. Dalam proses menjalankan ibadah agama kita, kita akan secara otomatis juga menghargai orang lain. Saya ambil contoh, misalnya di sini, ketika ada upacara besar misalnya pada saat hari Waisak kita ada acara besar di sini, kita tendain semua, pasang sound sytem yang besar di luar. Tetapi karena ini acara Waisak, acara saya, sampai malam, lalu saya biarkan saja itu sound system terbuka besar-besar, ini kan acara ibadah agama saya toh? Tetapi kalau seperti ini, ini mencerminkan suatu keegoisan. Padahal tanpa membawa toa besar-besar saya juga bisa beribadah. Pada saat tetangga ada masjid, ada surau yang mau sholat, otomatis ini harus dikecilin suaranya, supaya tidak mengganggu tetangga yang lain. Pada saat sudah jam sembilan malam, ini juga harus dikeciliin suaranya, karena mengganggu tetangga yang mau istirahat. Dalam kita menjalankan ibadah agama kita, kita juga harus peka dengan lingkungan. Bukan karena kita menjalankan ibadah kita, agama kita, kita tidak mau peduli lagi dengan lingkungan sekitar, itu tidak seperti itu. Jadi menurut saya, bukan urusan mengedepankan yang mana yang lebih duluan, tetapi dilihat secara menyeluruh. Dalam urusan bermasyarakat, tidak sesimpel itu, kita terkadang didik untuk hanya melihat dari sudut pandang tertentu, satu sudut pandang saja. Beragama itu bukan urusan seperti matematika, atau ujian pilihan ganda, abcde, a benar, b pasti salah, tidak. Jadi harus dilihat case by case, harus dilihat lebih dalam lagi.”

 

Q: “Menurut Bapak apakah hubungan antara kerukunan umat beragama dengan interaksi sosial ?”

A: “Kalau menurut kamu interaksi sosial itu apa? Apa yang disebut dengan toleransi itu adalah interaksi sosial. Ketika kita berhubungan dengan orang lain itu interaksi sosial. Seperti hari ini, anda datang ke vihara ini untuk survei, itu juga interaksi sosial. Itu bukan kewajiban kami kan? Kami bisa saja bilang tidak bisa kan? Tetapi kenapa melakukan ini? Ini bentuk interaksi sosial kan? Saya juga tidak tahu anda-anda dari mana, ini bentuk interaksi sosial. Jadi interaksi sosial itu dilakukan dengan banyak cara, dan menurut saya juga ketika kita berbicara dengan interaksi sosial tidak selalu harus dikaitkan dengan agama. Pertemanan interaksi sosial bukan? Saya selalu menasihati anak-anak muda di sini, ketika kamu berteman dengan seseorang, kamu jangan bertanya agamanya apa? Kamu pernah kan, berkenalan dengan orang, dan orang itu pada saat perkenalan pertama langsung bertanya agamamu? Ada ga? Jarang? Oh bagus kalau begitu. Tetapi kalau di Indonesia ada penyakit seperti itu kan? Baru kenalan langsung bertanya agamamu apa? Itu suatu hal yang menurut saya tidak baik. Interaksi sosial harus dilakukan apa adanya, berteman ya bertaman lah. Ketika kamu bergaul dengan teman itu, ketika kamu merasa cocok, lebih dalam lagi itu urusan dengan kecocokan, kesamaan pandangan, kesamaan hobby, dan lain sebagainya, dan setelah itu baru urusan agama.”

 

Q: “Beberapa orang menganggap bahwa agama adalah sumber masalah atau sumber konflik, apakah Bapak setuju dengan hal ini ? Apa alasannya ?”

A: “Yang menjadi sumber konflik itu bukan agama sih sebenarnya, itu keegoan manusia. Kalau kita melakukan suatu penelitian terhadap suatu permasalahan, kita harus tau masalah intinya apa. Konflik-konflik yang terjadi itu hanya wujud di atasnya, sepertinya konflik “agama”, tetapi itu konflik agama atau konflik kepentingan? Lebih jauh lagi hakikatnya apa? Sebenarnya hakikat nya itu keegoan manusia. Konflik bisa terjadi karena keegoan manusia, agama hanya bungkusnya yang digunakan sebagai alatnya atau media untuk mencari, membangkitkan sentimen orang-orang ini, merekatkan kebersamaan. Karena konflik juga bisa terjadi urusannya, yang paling simpel antar kampong, antar sekolah, antar kampus, antar fakultas. Di Binus mungkin tidak pernah terjadi ribut antar fakultas, tetapi anda pernah mendengar, kan? Di kampus-kampus lain, yang bisa ribut antar fakultas teknik, fakultas hokum, yang paling sering, kenapa? Karena di kampus-kampus lain mungkin gedung-gedungnya berjauh-jauhan, masing-masing jarang berinteraksi. Kalau kalian di Binus, kan, dilebur jadi satu. Cuma mungkin sekarang ada banyak kampus cuma beda-beda gedung, tetapi masing-masing gedung bukan punya fakultas sendiri. Tetapi di beberapa kampus, fakultas punya gedung masing-masing. Mereka jarang ada anak fakultas teknik bisa kuliah ke fakultas ekonomi. Jarang sekali. Mereka kuliah di fakultas masing-masing. Kalau kondisi seperti ini, kebanggaan terhadap fakultasnya. Ketika anak fakultasnya dipukulin, anak fakultas teknik dipukul anak hokum, bisa satu fakultas perang, berantem, pernah kan terjadi di Trisakti dulu, sering begitu, di Makassar sering begitu, banyak terjadi seperti itu. Perang antar universitas, kenapa? Karena sudah dilabel, jas saya, alamamater saya tercoreng, dibela, agama juga seperti itu.”

 

 

 

Q: “Menurut Bapak contoh karakteristik seseorang yang sudah memiliki toleransi antar agama seperti apa ? Tolong jelaskan !”

A: “Dia akan lebih terbuka melihat perbedaan, dia akan lebih halus, dia akan lebih menghargai. Ketika menghadapi suatu perbedaan, suatu permasalahan, dia akan menyingkapi dengan lebih bijak, dan dia juga akan memberikan secara masukkan ke kelompoknya, atau orang-orang di sekitarnya, tergantung seberapa besar pengaruhnya, dengan nasihat-nasihat yang lebih menyejukkan. Misalnya terjadi konflik yang membawa-bawa agamanya, dia tidak akan langsung menyalahkan kelompok yang berkonflik terhadap agamanya itu, tetapi dia akan bisa melihat lebih dalam lagi, apakah itu konflik agama, atau konflik kepentingan politik di situ? Karena saya pribadi, tidak melihat ada yang benar-benar disebut konflik agama, umumnya adalah konflik kepentingan politik di situ.”

 

Q: “Menurut Bapak apa dampak perkembangan teknologi akan mengikis keberadaan agama?”

A: “Mengikis, menurut saya bukan mengikis keberadaan agama, mengikis praktek-praktek agama yang berlaku saat ini. Akan berubah, zaman akan terus berubah, bentuk-bentuk praktek keagamaan juga pasti akan berubah. Sekarang, di beberapa tempat sudah ada istilahnya ibadah online. Di agama Buddha juga sudah ada, kamu tidak harus ke vihara untuk mendengarkan ceramah. Pada saat yang bersamaan ketika ada ceramah di suatu vihara, dia melakukan live streaming, kamu tinggal duduk saja depan computer kamu, kamu tinggal live streaming mengikuti kebaktiannya dan ceramahnya. Itu bisa dilakukan ketika kamu dibelahan dunia manapun. Seperti vihara tempat saya belajar di Taiwan dulu, beberapa upacara-upacara besar akan ada live streaming, dan umat dari berbagai belahan dunia bisa ikut. Mendengarkan ceramah, mengikuti ibadah-ibadah, kebaktian-kebaktian yang berlangsung, tinggal klik, tinggal liat waktunya. Jadi ini adalah bentuk kemajuan teknologi, saling mempengaruhi, mengubah cara orang beribadah, tetapi apakah menggerus agama? Kembali lagi tergantung institusi agama itu mau berubah tidak? Mau mengikuti perkembangan zaman tidak?”

“Setiap perkembangan apapun ada sisi positif dan negatifnya, ya tidak? Main game, itu tantangan lagi kembali ke berbagai institusi agama, apakah bisa menciptakan game-game yang positif? Dulu beberapa umat yang hobby game, dan yang juga sangat mendalami agama, pernah mencetuskan, kaya misalnya di agama Buddha kita berbicara praktek mindfulness, praktek  meditasi, apakah kita bisa menciptakan mindfulness game? Game yang bisa belajar agama juga, bisa praktek meditasi. Wacana-wacana itu sudah bermunculan di sini, maupun di Singapur, Taiwan. Hal itu positif, negatif juga bisa terjadi ketika baru-baru ini ada satu game yang sempat dilarang. Game perang, game peperangan tetapi tokohnya menggunakan nabi-nabi agama. Baca beritanya tidak? Game apa itu namanya. Perang antara Yesus dan Buddha, atau apa, pokoknya menggunakan nabi-nabi agama. Tentu ini negatif, jadi ide-ide kreatif itu boleh. Ide-ide kreatif dalam bentuk apapun menurut saya bagus. Tetapi harus dilihat konteksnya, harus dikembangkan dengan konteksnya.”

Q: ”Menurut kitab suci agama Bapak, apakah ada kutipan yang membahas tentang keberagaman ?”

A: “Kutipan yang spesifik, tidak ada. Tetapi ada satu kisah dari kitab suci yang menceritakan salah satu murid Buddha, yang tadinya berasal dari pengikut ajaran lain ketika datang untuk menjadi pengikut Buddha, Buddha menasihatinya agar supaya dia minta izin dulu kepada gurunya yang sebelumnya dan Buddha mengatakan, “Kamu harus tetap menghormati guru kamu yang sebelumnya.” Ini maksudnya adalah agamamu yang sebelumnya. Saya rasa ini bisa di interpretasikan bahwa ajaran Buddha adalah supaya kita menghargai semua agama. Kamu setelah menjadi murid Buddha, mempraktekkan agama Buddha, tetapi dia harus juga menghargai gurunya yang sebelumnya, agamanya yang sebelumnya.”

 

Q: “Apakah dengan rajin beribadah atau ke tempat ibadah dapat meningkatkan sikap toleransi dengan orang lain ? Tolong sertakan alasannya !”

A: “Tergantung kamu ibadahnya benar apa tidak. Tidak bisa menjamin, kalau kamu lihat ada orang yang rajin beribadah tetapi pandangannya sok,sempit, intolerant, dia tetap menganggap agamanya yang paling baik, ini salah. Tetapi mungkin ada yang sama sekali tidak pernah beribadah, atau bahkan orang itu ateis, tetapi dia bisa menghargai orang lain, “Urusan ateis cuma saya, kalian mau beragama silahkan.” Apakah itu tidak baik? Baik juga, jadi tidak bisa mengatakan rajin ibadah pasti baik, belum tentu, tergantung cara ibadahnya, tergantung pandangannya. Ajaran agamanya masuk ke dalam hatinya tidak? Yang masuk benar tidak? Jangan-jangan yang masuk bukan nilai-nilai agamanya, tetapi racunnya. Karena saya suka mengatakan apa yang kamu dengar, yang disampaikan tokoh-tokoh agama jangan diterima 100%. Saya selalu mengatakan ke umat-umat di sini, “Apa yang saya sampaikan tidak boleh kamu terima 100%, saya bisa salah, karena saya manusia, saya bukan orang suci, saya bisa menyampaikan mungkin karena kepentingan, tetapi kamu, terima dulu, kamu olah, benar tidak yang saya sampaikan?” Oleh karena itu dalam konteks ini tentu kita harus memiliki pemahaman yang benar terhadap agama kita. Pemahaman yang benar terhadap agama itu harus melalui proses pembelajaran, dengan membaca kitab suci, mendengarkan. Jangan cuma mendengarkan, terus anda tidak pernah membaca, seolah-olah yang disampaikan oleh pastur, pendeta, biksu pasti benar. Belum tentu.”

 

Q: “Menurut Bapak apakah ada batasan-batasan dalam toleransi antar agama ? Tolong jelaskan !”

A: “Batasannya adalah menurut saya norma-norma yang berlaku, batasannya adalah undang-undang yang berlaku, norma-norma yang berlaku di masyarakat, undang-undang yang berlaku di masyarakat. Toleransi tetap harus dijaga, juga ada batas-batas norma yang berlaku. Norma-norma yang berlaku tentu di setiap wilayah berbeda-beda. Setiap etnis, setiap itu, punya karakteristik norma-norma yang berlaku, tetapi harus dihargai. Perundang-undangan juga mengatur banyak hal, ini juga harus dihargai.”

 

Q: “Apa saran Bapak kepada Kami sebagai mahasiswa atau generasi penerus Bangsa dalam mengembangkan dan menjaga kerukunan dan toleransi agama ?”

A: “Selalu menjaga sikap terbuka, selalu menjaga keterbukaan pandangan kita. Seperti yang saya katakan tadi, “Selalu melihat bahwa keberagaman itu adalah hal yang indah,” di dunia ini tidak ada dua orang yang identik, sekalipun dia kembar identik, tidak ada dua orang yang sama persis. Anak kembar memang tidak pernah berargumen terhadap suatu masalah? Pasti ada juga, bisa juga mempunyai perbedaan pandangan. Setidaknya itu yang saya lihat di keluarga saya, karena di keluarga saya juga ada saudara yang kembar, punya karakteristik yang berbeda, punya pandangan yang berbeda terhadap hal-hal di kehidupan. Ini mulai dari keluarga, jadi di dunia ini tidak bisa memukul rata, menyamakan, tetapi kita harus terbuka pandangan kita sehingga menghargai perbedaan. Kamu boleh berbeda dengan saya dalam berbagai hal, agama, pandangan, orientasi politik. Kamu boleh berbeda dengan saya dalam urusan pemilihan gubernur, pemilihan presiden kamu. Tetapi apakah itu lalu dijadikan dasar untuk memusuhi? Tidak. Jadi harus bisa saling menghargai perbedaan itu. Ketika kita memiliki pandangan yang luas yang terbuka, kita bisa jadi tidak setuju, tetapi kita bisa melihat bahwa itu sudah sewajarnya, sudah seperti itu.”

 

C. Wawancara 3

 

Hari/Tanggal : Minggu, 10 Desember 2017

 

Pukul : 07.30 – 09.20

 

Tempat : Pura Candra Prabha

Jl. Indraloka Raya No.1, RT.8/RW.10, Jelambar, Grogol petamburan, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11460.

 

Tokoh Agama Hindu : Ida bagus Nyoman Sukadana

 

Hasil :

 

Q: “Apakah pandangan Bapak atau agama Bapak mengenai keberagaman agama di Indonesia (dari sisi positif dan negatifnya) ?”

A: “Sebelum masuk ke materi, kita sudah sepakat di UUD sudah disebutkan di Pasal 29, sudah diatur. Silahkan seluruh masyarakat Indonesia meyakini dan memeluk agama sesuai keyakinannya masing – masing. Kalau kita semua berhenti hanya disitu saja, seharusnya kita ini aman ya, karena masing – masing tidak saling berkomentar karena keyakinan masing – masing kan? Nah, berkaitan dengan pertanyaan tadi bahwa, di Indonesia saat ini memang ada 17.000 pulau dan terdiri dari banyak suku dan agama. Kita bersyukur lah hidup di negara Indonesia ini, dari sekian banyak suku, ras dan agama kita bisa hidup berdampingan. Letupan – letupan kecil biasa saat ada Pilkada, Pilpres yang membuat muncul letupan – letupan ini. Selebihnya saya kira, kita cukup bersyukur lah hidup di Indonesia. Jadi, kita diberikan oleh UUD kesempatan, salah satu negara yang ada departemen agama adalah Indonesia. Yang dapat mengurui masalah agama. Awalnya kita kan men – sahkan agama Islam, Kristen, Hindu, Buddha lalu masuk ke jaman Gusdur, TAP MPR dicabut, masuklah agama Konghucu, bahkan belakangan ini, di KTP boleh aliran kepercayaan masuk di KTP sekarang. Tapi satu atau dua ada yang berpendapat, pro dan kontra ya. Tapi selama dimaksudkan untuk menata kehidupan kita berbangsa, menurut saya sih tidak ada masalah ya. Yang penting masing – maisng di antara kita jangan melampaui garis – garis ajaran kita masing – masing ya. Nah, keragaman saya kira sudah diakui oleh tokoh – tokoh agama bahwa hidup ini makin banyak warna makin bagus kan? Tinggal kita bisa menempatkan warna nya saja. Apalagi kalau di agama Hindu konsep nya jelas, Hindu menjelaskan bahwa setiap sudut itu sudah ada warnanya. Jadi, Utara ada Wisnu disitu warnanya Hitam, di Selatan Brahma penjaganya dan warnanya Merah, kalau Timur itu Putih itu penjaganya Iswara, di Barat itu Kuning dan penjaganya Mahadewa, dan kalau di tengah itu Shiwa pancawarna jadi konsep Hindu seperti itu.”

 

Q :” Menurut pandangan Bapak, apakah solusi terbaik untuk menyelesaikan konflik-konflik yang berhubungan dengan keberagaman agama ?”

A : “Ya sebetulnya, peran tokoh agama itu sangat penting ya. Karena di kita, anutan itu penting. Kalau diatas ngomong A biasanya yang bawah ngikutin ya. Sekarang ini kan, terjadi justru tokoh – tokoh ini yang membuat panas, terutama di sesi – sesi tertentu di kehidupan kita berbangsa. Seperti Pemilihan Gubernur dan lain sebagainya, disinilah muncul agama dijadikan semacam alat. Kalau menurut saya, di Indonesia ini sebetulnya, boleh kita berbangga, jadi kita boleh mengeluarkan pendapat setelah reformasi ya. Mahasiswa seperti adik – adik sekalian boleh mengeluarkan pendapat selama tidak menyinggung yang lain, itu sebetulnya. Di Hindu sendiri, kita mengenal konsep tat twam asi namanya, artinya kamu adalah aku, aku adalah aku. Konsep itu bahkan dipakai di Departemen Sosial. Artinya seperti contoh, warga kita di Jogja kena angin puting beliung , kita bagian dari mereka pasti ikut merasakannya juga. Itu hendaknya jangan hanya di bibir saja ya, artinya harus mulai dari kita ikut memikirkan jalan keluarnya dan memberikan solusinya lalu action nya bagaimana. Jangan malah pada sesi itu, tokoh – tokoh ikut kegiatan yang jauh dari kejadian sebenarnya malah asik dengan kelompok nya sendiri. Seharusnya memang dari sisi kacamata Hindu, tat twam asi itu menjadi pegangan. Contoh lagi seperti di Bali, kejadian Gunung Agung sedang aktif dan murka, walaupun orang Bali sudah siap, cuma justru tokoh – tokoh diatas ini mengompori. Kita berharap sih, pada saat posisi orang lagi sedih kemalangan jangan ditambahi beban ucapan – ucapan yang menjadi pemanas. Harusnya yang menyejukkan, umpamanya dengan menyampaikan bahwa kita ikut berduka atas kejadian yang menimpa saudara – saudara kita dibelahan pulai lainnya di Indonesia. Harusnya seperti itu yang disampaikan oleh para tokoh, jangan malah memunculkan sesuatu yang menjadi polemic. Mudah – mudahan tidak terjadi seperti ditahun ini, 2018, 2019 sudah pilpres. Mulai sekarang orang – orang yang gila kedudukan sudah mulai bergelirya. Adik – adik sebagai mahasiswa tentunya kita berharap jangan mudah terpancing. Kita harus rasional berpikir, kita jangan mau jadi kendaraan, itulah kurang lebih. Kebetulan seperti kejadian – kejadian reformasi saya mengikuti terus karena kita dikampus Trisakti, jadi saya tahu betul.”

 

Q:”Menurut Bapak apa yang harus pemerintah lakukan agar Indonesia bisa bersatu di antara keberagaman yang kita hadapi ?”

A:” Ya, upaya yang dilakukan oleh pemerintah melalui departemen agama atau sekarang disebutnya kementrian Agama itu sudah cukup bagus ya. Artinyam kejadian – kejadian yang memanas sekarang tidak langsung disiram ya, karena kalo yang panas disiram malah bahaya ya. Dicari adem-nya dulu baru kita masuk. Kementrian agama kita sudah cukup merangkul. Sebagai contoh, disetiap agama memiliki lomba seperti di agama Islam membaca Quran, di Kristen membaca Alkitab juga ada kan. Di Hindu juga ada namanya Utsawa Dharma Gita. Itu sudah difasilitasi oleh Negara. Jadi event – event yang bersifat nasional, lalu kedaerahan, itu masing – masing, pemerintahan wajib mendukung. Itu sebetulnya upaya maksimal tapi kembali masih ada orang – orang yang tidak puas. Kita sebagai tokoh – tokoh agama berusaha untuk memadamkan api yang masih kecil ya. Caranya dengan menyejukkan, umpamanya kita menyiram dengan air ya bukan bensin.”

 

Q: ”Indonesia belakangan ini semakin kelihatan bahwa walaupun semboyan kita ini “Bhineka Tunggal Ika”, tetapi masih ada saja kesenjangan sosial antar umat atau ras atau golongan, apa pendapat Bapak tentang hal ini ?”

A: “Ya, Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa, itu lengkap bunyinya itu. Itu diambil dari Kekawin Kitab Sutasoma. Itu adalah salah satu yang kita terima begitu negara ini berdiri. Jadi banyak sekali sesanti – sesanti yang diambil dari Buddha dan Hindu dulu ya. Hampir semua nama – nama itu pakai Bahasa Sansekerta, seperti Bhinneka Tunggal Ika, Pancasila, pokoknya banyak sekali. Bahkan hampit semua nama jalan itu Bahasa Sansekerta, seperti Nusantara. Nah sebetulnya kita sebagai tokoh, khusus saya di Jakarta, saya ke Jakarta pada tahun ’79, tamat SMA kesini karena nasib seperti itu. Tentu dulu Jakarta tidak seramai sekarang ya. Lalu, kebutuhan tidak seperti sekarang kompleksitasnya. Sehingga sekarang, karena keinginan masing – maisng dari oknum – oknum tertentu, seperti ekspansi atau perluasan. Umpamanya orang yang sudah beragama, diagamakan itu kan tidak boleh. Agama itu sebenarnya urusan vertical kan. Umpama saya agama nya Hindu, ya memang masing – masing punya acara sendiri. Umat Hindu memang dilihat dari sisi sembahyang nya, kita mengenal Trisandya. Tri itu tiga, sandya itu waktu. Tiga waktu, sebelum matahari terbit, matahari diatas kepala kita, dan saat matahari terbenam. Itu kita lakukan, dan itu pun sangat fleksibel juga. Karena urusan dengan Tuhan masing – masing dari kita ya. Sebagai tokoh, atau yang ditokohkan di Jelambar atau di Jakarta Barat, kebetulan saya memang berkesimbung dengan umat diseluruh DKI, dipura – pura lain juga yang mengenal. Kita mengharapkan sih, minimal, bagaimana kita menjaga keharmonisan. Adik – adik bisa lihat disebelah kiri saya ini ada 2 gereja, dibelakang saya ada masjid, dan disini ada sekolah tinggi Agama Islam. Seharusnya sebelah kanan ini ada vihara, tapi karena tanah nya sudah diserobot, karena jaman dulu susah ya persoalan tanah dengan pemerintahan atau POLRI dan tanah itu habis, sebenarnya itu kapling POLRI. Jadi kita jamannya Pak Anton Sujarwo, KAPOLRI dulu, itu diberikan kapling untuk semua umat beragama, sebetulnya sudah bagus banget kan. Menjejerkan seperti itu kan, sebenarnya perbedaan itu jangan dijadikan pertentangan ya, karena memang pasti berbeda. Seperti kita mendaki puncak, ada yang mendaki dari Barat, Selatan tapi tujuan akhir kita ke puncak. Kalau di Hindu, Moksartham jagadhita ya ca iti dharma, itulah tujuan akhir Hindu. Yaitu menyatu kembali pada sang pencipta, karena dibagian kecil dari tubuh kita ada percikan terkecil Tuhan dalam bentuk, disebut nya atma. Beliau adalah Paramatma. Dalam Bahasa Indonesia itu artinya roh. Yang membuat kita bisa hidup ya roh itu, atma itu. Nah harusnya kita sebetulnya selalu menginginkan tujuan akhir hidup kita beragama adalah kembali kepada sang pencipta, karena bagian dari kita itu dari situ. Masalahnya itu tidak mudah kan. Untuk toleransi disekitar lingkungan kita, kita sudah mewujudkan di Pura ini setiap bulan, kita mengadakan Pengobatan Pemeriksaan Kesehatan Gratis cuma – cuma tanpa bayar sepeser pun. Kita lakukan selalu setiap minggu pertama, jadi minggu lalu sudah ada. Tiap minggu pertama kita lakukan, jujur umat Hindu disekitar sini hanya ada 2 sebetulnya, jadi justru yang kita layani saudara – saudara kita disini dari umat agama lain. Umat Islam, umat Kristiani karena disekitar sini banyak sekali orang yang tidak mampu ya. Nah itu kita lakukan, tidak dengan maksud kita ingin pamer atau semacamnya. Memang dilakukan karena kesadaran dari tat twam asi tadi. Konsep hidup itu tat twam asi, Aku adalah Kamu, Kamu adalah Aku. Bayangkan seorang yang tidak punya uang lalu sakit. Lalu dia harus kemana? Walaupun sekarang ada BPJS, cuma kan tetap saja harus berangkat ke sana pakai duit, nah kesini mereka tidak perlu bayar apa – apa. Itu kita lakukan sebagai pengejawantahan atau praktek dalam keseharian kita menjaga toleransi antar umat beragama. Nah kebetulan, kami juga semua perwakilan ada di FKUB, Forum Kerukunan Umat Beragama, disitu biasa mereka memang melakukan pendirian Pura, pendirian Masjid, pendirian Gereja dapat despensasi dari dia. Seharusnya itu sudah aman, tapi memang satu dua ada memang ada masalah, itu memang kita akui. Saya misalnya mau bikin sekolah tinggi agama Hindu di daerah Ciputat itu sampai sekarang gak jadi, karena sudah di demo duluan ya. Takut kita dianggap menyebar, sebenarnya tidak seperti itu, kita sebenarnya mencerdaskan bangsa kan? Tidak ada niatan ekspansi, karena pada prinsipnya agama diturunkan Tuhan untuk menerangkan umatNya. Jadi kalau kita menghina agama itu berarti kita menghinakan Tuhan dong ya. “Agama itu salah”, tidak seperti itu. Orang nya sebetulnya kan, subjeknya yang mempunyai kepentingan sendiri – sendiri atau kelompok tersendiri.”

 

Q: “Bagaimana pandangan Bapak mengenai kehidupan toleransi antar umat beragama yang sekarang dengan yang dulu ?”

A: “Kalau dimasa lalu kan kita masih, era sehabis merdeka. Habis merdeka, kita pasti konsolidasi nya bagus banget ya. Gimana dulu orang lain yang merecoki kita, sekarang kita bisa berdiri sendiri. Pasti berbeda sekali. Kalau adik – adik lihat di UUD, bagaimana tokoh – tokoh kita, dipembukaan undang – undang disitu sudah disebutkan. Jelas kita ini keragaman yang diatur, sehingga ada istilah – istilah yang memang harus dihilangkan saat itu. Itu suatu pengorbanan yang luat biasa untuk tokoh – tokoh jaman itu. Lalu berikutnya, kalau kita lihat dimasa lalu, tuntutan hidup tidak seperti sekarang ya. Tuntutan hidup dulu itu sudah makan, sudah cukup ya. Kalau sekarang tidak direm ya, dapat 10 mau 100, dapat 100 mau 1000. Seperti tadi, kalau kita lihat dari toleransi, dengan berkembangnya media visual, sehingga yang tadinya hanya orang – orang tertentu yang bisa mendengar, sekarang rakyat – rakyat kecil, tukan bakso, tukang cabe dipasar bisa melihat. Apa yang mereka lihat di medsos itu, mereka kan pasti telan mentah – mentah. Mereka itu baru main HP atau teknologi, sedikit – sedikit mereka sebar. Terus terang saya setuju sekarang dengan pemerintah mendaftar ulang nomor – nomor HP, biar mudah dilacak penipu atau penyebar berita hoax. Dulu penipu bisa beli nomor satu lalu dibuang, bisa beli nomor lain. Sekarang dengan diregistrasi, itu sangat memudahkan untuk menangkap orang – orang penyebar hoax atau penipuan. Nah, toleransi yang sekarang saya lihat sih, ditingkat tokoh – tokoh saya bilang sudah bagus. Tidak seperti di negara luar Indonesia, kita bangga bisa hidup di Indonesia. Tokoh – tokoh agama sebetulnya tidak mementingkan kelompok nya tapi tetap mementingkan persatuan ya. Jadi kita selalu dengungkan NKRI, Pancasila karena itu harga mati ya. Karena kalau itu sampai goyah, kita akan bahaya kedepannya ya. Apalagi kita negara kepulauan ya, mudah sekali pulau ini dikuasai oleh negara lain. Maka sekarang adik – adik sebagai pioneer, mendengungkan tetap bahwa Pancasila itu sudah gak bisa kita tawar – tawar. Karena disitu sudah diatur ke-Bhinekaan. Artinya semua disitu sudah ditampung, kalau satu dua menafsirkan yang berbeda pasti ada keinginan aneh – aneh lah. Dan mudah – mudahan kedepan kita harapkan, tidak terjadi hal – hal yang tidak diinginkan ya. Kalau negara yang perekonomian nya bagus, negara lain pasti akan masuk melalui cara macam – macam. Kita juga harus tetap waspada, kita lahir di Indonesia, makan di Indonesia tetap harus merawat Indonesia ini dengan ke-Bhinnekaan. Caranya ya kita jangan keluar dari batasan kita, seperti mengomentari agama lain. Ada satu dua yang mengomentari ya, contoh agama Hindu dikomentari ya. Dulu Hindu sudah sering dikomentari, Hindu menyembah patung, Tuhannya Hindu lapar melulu butuh sesaji. Itu kita anggap ya sebagai pertanyaan anak kecil lah, jangan kita anggap atau dimasukkan ke hati. Sebetulnya kita duduk didepan patung, itu tidak sekedar patung saja ya. Kalau kita lihat di Bali pohon aja dikasih kain kan? Pohon aja bisa ulang tahun di Bali. Tumpek itu salah satu bentuk ucapan terima kasih kepada Tuhan karena ciptaan-Nya yang berbentuk pohon, daun, buah dan bunganya untuk kehidupan kita. Seperti daun pisang di Bali itu tidak ada yang dibuang, mulai dari daunnya, buahnya sampai batangnya tidak ada yang kebuang. Apa salah kita berterima kasih? Aritnya adalah kalau di Bali orang panen itu pojok daru sawah itu disisakan untuk menghormati Dewi Sri ya. Dewi Sri itu adalah dewi kesuburan ya, kemakmuran atau sakti nya Wisnu. Makannya kalau kita lihat, banyak nama penyosohan gabah itu Dewi Sri, pabrik penyosohan gabah itu Dewi Sri, karena mereka sangat percaya bahwa kemakmuran itu dari Dewi Sri. Di Hindu banyak sekali Dewanya bahkan kita disebut Hindu itu banyak Tuhannya. Sebetulnya tidak seperti itu, Tuhan tetap satu. Penyebutnya berbeda karena fungsinya berbeda. Kayak saya umpamanya, saya dirumah dipanggil Bapak oleh anak – anak. Karena Ketua RT saya dipanggilnya Pak RT, karena saya jadi dosen dipanggilnya Pak Dosen. Padahal orangnya tetap sama. Jadi kita menyebutnya Wisnu, Shiwa, dan seterusnya, berapa pun kita ingin menyebutkan nama beliau banyak sekali namanya. Jadi kalau saya ingin memuja di Timur pasti menyebutnya Dewa Iswara, kalau di Barat saya sebutkan Dewa Mahadewa. Karena masing – masing ada penjaganya, fungsinya masing – masing. Seperti di Pemerintah dibantu oleh Pak Lurah, Kementrian yang membantu menjadi perwakilan Pak Presiden, tidak mungkin Pak Presiden bekerja sendirian. Jadi pemahamannya kalau umat Hindu memahami Tuhan seperti itu. Kita memang menyebut beliau dengan banyak nama. Mungkin di agama Islam juga ada, Ir-Rahman Ir-Irahim, itu sebetulnya nama lain dari Tuhannya. Kalau di Hindu, Brahma, Wisnu, Siwa. Brahma penciptaan, Wisnu pemeliharaan, Siwa peleburan. Karena semua mengalami itu, lahir, hidup dan mati, utpeti, stiti, sherina. Kita pasti lahir utpeti, setelah itu kita hidup dan kita pasti akan ditarik kembail. Nah, itu penyebutan yang disebutnya Trimurti. Tiga perwujudan Tuhan. Yang di Bali sangat kental pemujaannya itu. Kalau di India lebih khusus lagi pemujaannya, ada Sekte Wisnu nya, ada banyak sebenarnya. Tetapi semua adalah tujuannya ke yang satu itu tadi. Karena yang disebut sebetulnya orang yang sama. Tuhan sebenarnya tidak punya nama kan? Manusia lah yang memberikan nama. Tuhan tidak terpikirkan, Tuhan tidak terbasahkan, dan lain sebagainya. Sehingga kalau kita ingin Tuhan itu ada, kita lah yang mengadakan. Kalau kita meditasi, dan mengahadap Tuhan. Ya kita menghadap Tuhan dipikiran kita, maka beliau muncul dalam perwujudan yang macam – macam tergantung kita ingin mewujudkannya seperti apa kan? Makannya ada yoga di Pura ini, yoga itu untuk menyehatkan diri, sebeteulnya untuk menyeimbangkan ya. Antar spiritua dan mental kita.”

 

Q: “Apakah pendapat Bapak mengenai pemakaian media sosial dalam konteks keberagaman agama ? (Media sosial sering dipakai sebagai media untuk dakwah, diskusi, pendalaman agama, dll.)”

A: “Sebetulnya kalau kita lihat dalam penggunaan media sosial, kita bisa lihat dari dua sudut, positif dan negatif. Jadi positifnya banyak banget, contoh, adik – adik tidak kenal siapa saya kan? Cukup anda SMS, “Pak saya ingin ke Pura karena ada tugas dari Binus” dan saya cukup jawab “Ya, kita ketemu hari Minggu”. Sangat luar biasa, coba bayangkan kalau tidak ada itu. Anda harus dating kerumah saya dulu pakai motor kan. Dengan adanya medsos semua jadi begitu mudah. Tapi dibalik dampak positif, dampak negatifnya banyak banget, kalau itu disalahgunakan oleh orang – orang tidak baik. Contohnya kayak penipu, saya hamper tiap hari muncul berita kalau saya orang yang beruntung mendapatkan hadiah. Itu kan dampaknya luar biasa, kalau orang yang baru punya HP dapat begituan pasti bisa kena tipu. Karena itu tadi, nomor nya sangat bebas, kalau di negara lain nomor nya didaftar itu. Saya pernah ke Beijing, Google gak kepakai itu, karena mereka punya sendiri disana. Mudah – mudah Indonesia bisa membuat mirip Google ya, biar Google bisa kita depak karena Google bayar pajaknya gak jelas waktu itu kan? Artinya medsos ini menjadi sangat penting untuk semua linea kehidupan. Kemarin di Bali ada gempa gunung meletus, saya tidak perlu ke Bali melihat gempa itu kan? Cukup dengan melihat di WA grup Bali udah ada berita jam sekian gunung Agung erupsi, batuk – batuk keluar asap. Kita bisa langsung mengecek keluarga di Bali. Itu sangat positif. Negatifnya ya itu tadi, umpanya satu menybar hoax bahwa ada umat ini dibunuh oleh kelompok yang satunya. Padahal berita itu tidak ada sama sekali.”

 

Q: “Apakah Bapak setuju jika suatu negara atau daerah hanya terdiri dari 1 agama saja ? Tolong sertakan alasannya !”

A: “Sebetulnya saya pribadi, kalau kita ngomongin agama tertua ini Hindu kan? Jadi agama semua di dunia ini hamper agama Hindu. Jumlah umat Hindu itu banyak ya, tinggal kita lihat saja itu negara India penduduknya dua terpadat. Itu 98% nya itu Hindu hanya 2% nya agama lain. Tapi kita kan bukan berbiacara masalah banyaknya ya, tapi kita bicara masalah kualitas kita beragama. Artinya kalau kita nyari banyak – banyakan, kita cari dari sensus penduduk, KTP nya, sebetulnya saya pribadi berpendapat semakin banyak kepercayaan, yang disebut agama, agama itu diturunkan, dari Wahyu dan sebagainya, kalau Hindu dari kitab Weda, melalui paramaresi. Nah kalau satu, maka dunia menjadi tidak menggairahkan ya? Jadi kalau satu, berarti mungkin adik – adik tidak perlu datang, tidak perlu survey ke Pura ya, karena sudah satu kan? Kok pengen tahu adik – adik padahal cuma satu kan? Justru karena keanekaragaman ini, saya yakin ini kelahiran agama sesuai masanya kan? Jadi kebetulan agama Islam adalah terakhir ya, nanti pasti ada lagi aliran – aliran yang lain walaupun diyakini agama Islam yang terakhir. Hidup kita itu terbatas kan, di Indonsia hidup sampai 70 tahun itu termasuk sudah dapat bonus 20 tahun ya. Di Indonesia 50 hidup 50 tahun itu sudah bagus. Kalau di negara luar 100 tahun dapat ya? Karena di Indonesia makan nya gak beres, dapat 50 tahun itu udah syukur. Kembali pada pertanyaan tadi, bahwa pada prinsipnya, agama – agama yang lahir ke dunia ini merupakan ciptaan yang diatas ya. Beliau menciptakan ini, menurunkan agama sesuai dengan masa nya. Itu berlaku terus – menerus dan punya penganut terus menerus, tinggal sekarang, umpamanya agama Hindu, tentu penganutnya adalah bisa dari keturunan atau factor lainnya. Di Indonesia ini juga banyak blasteran atau keturunan luar. Tetapi kita tidak berantem dan berselisih. Saya pada poin nya tidak setuju dengan hanya adanya satu agama, karena kalau itu dijadikan nyata di Indonesia. Umpamanya Indonesia mengumumkan Indonesia hanya satu agama, Indonesia ini bisa pecah. Maka, Bali akan memproklamirkan diri sebagai basis nya Hindu, Irian memproklamirkan diri menjadi basisnya Kristen atau Katolik termasuk di Flores. Jadi masing – masing agama akan seperti itu. Betapa besarnya perjuangan kita memerdekakan diri, itu sangat tidak menguntungkan untuk hanya ada satu agama. Bahkan negara lain mengakui kita hebat karena kembali kita adalah negara Kesatuan NKRI.”

 

Q: “Apakah Bapak setuju bahwa toleransi antar umat beragama dapat meningkatkan kepedulian sosial ? Tolong sertakan alasannya !”

A: “Tadi sudah berikan contoh riil nya, sebetulnya tanpa kita sadari, kalau saja masing – masing agama atau masing – masing umat beragama memiliki program – program seperti pengobatan gratis. Dan tidak mengkotak – kotakan siapa yang boleh berobat disitu. Kalau sudah dikotak – kotakan itu bahaya sekali, karena itu memang tidak kita inginkan. Karena kalau kita lihat dari bajunya atau agamanya, umpamanya kita lihat di rumah sakit kebetulan dokternya bukan dari agama yang sama lalu diobati dan orang nya tidak mau karena tidak seagama dengan orang itu, orang nya keburu mati dong. Sangat memprihatinkan kalau terjadi seperti itu. Bagaimana toleransi tidak sekat – sekat, kita hindari penggunaan kotak – kotak tadi. Maka, semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” itu adalah benar – benar bisa kita pegang. Kita berbeda – beda tapi tetap satu bangsa. Yang beda adalah keturunannya, maka kita tidak menyebutkan lagi pribumi dan non – pribumi. Jadi saat Gusdur mencabut TAP – MPR, tidak lagi kita boleh mengatakan orang pribumi atau non – pribumi. Itu ada label yang diberikan oleh penjajah dimasa lalu untuk memecah belah politik devide et empera. Memecah belah bangsa dengan cara, kerajaan diadu dengan kerajaan yang lain maka kita sekarang sangat mudah diadu di agama kan? Nah, itu sekarang kita hindarkan, kalau kita sudah sadar sampai situ seharusnya hal itu tidak terjadi. Maka disini kita membutuhkan tokoh – tokoh yang memang ingin mengademkan bukan memanaskan.”

 

 

Q: “Menurut Bapak lebih baik untuk mementingkan agama sendiri atau toleransi antar agama terlebih dahulu ? Tolong sertakan alasannya !”

A: “Intinya begini, begitu kita ngomongin dunia, kita hidup di dunia ini dan isinya beranekaragam. Itu adalah keniscayaan, artinya keberbedaan atau beda antar suku, agama, ras itu sesuatu yang tidak bisa kita hindarkan. Karena memang kelahiran bangsa – bangsa memang perbedaan ini yang dipakai. Saya yakin di negara manapun pasti ada. Di Indonesia karena kita negara kepulauan, lalu kita punya nenek moyang masing – masing, orang Bali sendiri nenek moyang nya orang Jawa. Jadi kalau umpamanya keberagaman tadi disalahgunakan atau dibentrokan itu akan sangat membahayakan di kehidupan berbangsa dikemudian hari. Sebetulnya saya yakin semua agama mengajarkan toleransi ya, cuma karena kepentingan – kepentingan manusia membuat agama menjadi berbeda pelaksanaannya. Saya yakin di kitab suci agama manapun, kalimat kata kasih sayang, cinta pasti ada ya? Karena itu diturunkan untuk kita. Kalau di Hindu jelas, kita harus menahan sad ripu, musuh kita yang ada dalam diri kita. Nah, kalau itu kita bisa tahan pasti keluar akan baik. Jadi kalau di Hindu ada konsep Tri Kaya Parisudha, mulai dari berfikir yang baik dan benar, maka akan menghasilkan perkataan yang baik dan benar dan akan menghasilkan perbuatan yang baik dan benar. Kalau saja itu dilakukan maka kita ini Indonesia akan menjadi sangat adem. Karena saat ini, kepentingan masing – masing individu inilah muncul apa yang dipikirkan, dengan yang diucapkan dengan yang diperbuat itu kadang – kadang tidak sinkron. Satu sisi dia mengucapkan hal – hal yang baik, tapi tidak pernah melakukan perbuatan yang baik, bisanya hanya nyela saja. Di sisi lain dia menghasilkan buah pemikiran yang baik, tetapi dia sendiri tidak melaksanakan. Banyak yang begitu. Kita ahli mengajarkan kebaikan, tapi tidak melakukan kebaikan. Banyak tokoh – tokoh yang menjadi panutan, tetapi perbuatan dibalik itu sangat memprihatinkan.”

 

Q: “Menurut Bapak apakah hubungan antara kerukunan umat beragama dengan interaksi sosial ?”

A: “Yang jelas, interaksi sosial pasti membawa hubungan. Kalau kita ingin punya hubungan harus berinteraksi dulu. Contoh, saya menjadi ketua RT hampir 20 tahun dari tahun 1990, saya sudah 6 kali menjadi RT. Artinya interaksi sosial saya dengan masyarakat sekitar bisa dibilang baik ya, buktinya sampai sekarang masih ditokohkan meskipun hanya saya orang Bali ditempat ini. Karena memang toleransi itu bagaimana kita berinteraksi, bisa jadi anda niatnya baik interaksinya salah bisa jadi dianggap tidak baik. Artinya interaksi ada komunikasi disitu, ada komunikasi dan tindakan juga. Jika konsep tadi Tri Kaya Parisudha, dilakukan, saya piker kita baik – baik. Saya mulai lihat banyak pasien – pasien di berbagai rumah sakit yang membutuhkan motivasi untuk sehat, sehingga mendatangkan pendoa – pendoa dari berbagai agama. Tapi ada satu dua yang tidak ingin didoakan oleh agama lain ya. Bagi saya, makin banyak mendoakan, makin bagus kan? Jadi, doa itu universal, siapa pun mengucapkan pasti arahnya ke Tuhan. Jangan sampai doa saja di kapling.”

 

Q: “Menurut Bapak, setelah melihat keadaan Indonesia yang masih memiliki kesenjangan soasial karena perbadaan ini, apakah yang akan terjadi jika hal ini terus berlanjut?”

A: “Saya bukan peramal ya, tetapi yang jelas pemerintah dalam hal ini harus ada. Jadi jangan sampai Pemerintah tidak ada. Menurut saya, jika ada permasalahan yang muncul, pemerintah harus bisa menjadi penengah. Jangan dibiarkan liar, itu akan sangat bahaya. Artinya, sampai saat sekarang, kepemimpinan, kenegarawan dan menteri – menteri nya menurut saya masih tidak mengarah keperpecahan. Kita itu presidensiil ya, jadi begitu kita sepakat memilih Presiden maka kewenangan menunjuk siapa menjadi apa dan tugasnya apa itu hak nya Presiden. Karena kalau dengan demikian maka sebetulnya diharapkan masing – masing kementerian ini sudah punya tugas. Masalah tugas kerukunan agama menjadi tugas kementerian agama. Tugas kementerian agama seperti tadi, bagaimana caranya menampung dan memberikan solusinya, untuk semua agama termasuk agama yang tidak terdaftar agamanya.”

 

Q: “Beberapa orang menganggap bahwa agama adalah sumber masalah atau sumber konflik, apakah Bapak setuju dengan hal ini ? Apa alasannya ?”

A: “Saya tidak setuju, agama itu justru memberikan apa yang boleh diperbuat apa yang tidak boleh. Sekarang subjek atau invidu – individu ini lah yang berbeda- beda. Saya tidak sependapat, perlu digaris bawahi, bahwa agama itu pembawa masalah. Justru agama itu harusnya tidak menjadi sumber masalah karena pertama dan yang utama adalah manusia ini takut dengan Tuhan jika melakukan yang tidak baik. Yang jadi sumber masalah itu seperti tadi, orang yang pemahamannya setengah – setengah menjadi tokoh agama, sehingga apa yang dia sebutkan bisa berbeda. Sekarang ini banyak tokoh – tokoh agama yang muncul karena keharbitan, bisa karena rupawan tiba – tiba mendadak jadi Ustad. Belum tentu isinya bagus, buktinya banyak yang kena batunya, ternyata mereka hanya numpang keren disitu. Karena pada prinsip justru agama inilah dengan berbagai macam agama di Indonesia, berarti itu sebetulnya mengakomodir ke-Bhinnekaan kita. Saya percaya dengan Sang Hyang Widhi, kita sebut Tuhan di Hindu. Kalau umat Islam silahkan, umat Kristen silahkan menyebut nama Tuhannya dengan nama lain. Kita tidak usah menentangkan pengucapan nama Tuhan dengan nama yang berbeda, karena sebetulnya Tuhan tidak punya nama. Jadi kitalah sering menybut beliau, kalau di Hindu sebutan nya Dewa, Batara, atau sebutan Tuhan juga. Dewa itu asal katanya Dip, adalah sinar, beliau menyinari kita. Karena itu Dewa banyak sekali. Sebanyak sinar matahari menyinari kita itulah banyaknya nama Dewa, sehingga namanya beda – beda. Ada dewa laut Baruna, di Bali di setiap pasar ada tempat pemujaan, semua yang jual pasti sembahyang dulu. Kalau enggak sembahyang pasti merasa tidak laku nanti barangnya. Di sawah Dewa Sri, di danau juga tempat pemujaannya Wisnu di Ulun Danu.”

 

Q: “Jika kita terpecah belah karena perbedaan agama, apakah sebaiknya di dunia ini kita tidak perlu ada agama saja, atau kita percaya pada satu agama saja agar kita bisa bersatu? Apa alasannya?”

A: “Saya kembali pada konsep Pasal 29 itu ya. Jadi kita jangan sekali – sekali menghilangkan Pasal 29 itu. Karena itu adalah kesepakatan negara ini berdiri, jadi yang membuat negara ini menjadi kokoh dan kuat itu Pasal 29 tadi. Jadi kalau umpamanya agama ditiadakan, mana bisa, karena ini ciptaan yang diatas. Ini merupakan ciptaan beliau dan kita berani – berani nya meniadakan. Dan, selamanya pasti agama ini aka nada, gak mungkin gak ada.”

 

Q: “Menurut Bapak contoh karakteristik seseorang yang sudah memiliki toleransi antar agama seperti apa ? Tolong jelaskan !”

A: “Peka lingkungan, jadi contoh riil nya secara kelompok seperti tadi kita mengadakan setiap aktifitas itu mengaitkan banyak lintas agama. Contoh pengobatan gratis dan pemeriksaan kesehatan cuma – cuma, lalu orang – orang yang begitu mendengar belahan pulau lain yang mengalami bencana langsung tanggap. Jadi orang – orang seperti itu sebetulnya adalah orang – orang yang toleransi nya tinggi serta empatinya tinggi. Dia tidak memilikirkan dirinya sendiri, tapi memikirkan banyak orang. Saya yakin kayak, sukarelawan – sukarelawan yang tidak disewa itu orang yang sangat toleransi sebetulnya. Bayangkan dia tidak ada hubungan apa – apa dengan yang punya bencana tapi ikut membantu, contoh Aceh kemarin, kita tidak memakai label hamper semua negara datang. Walaupun, satu dua ada yang tidak mau diobati karena perbedaan itu. Artinya, wujud toleransi itu tidak mensekat – sekat kita, kalau ada orang yang meminta sumbangan kepada kita, dan kita mampu kenapa kita tidak menyumbang? Umpamanya saya, didekat rumah saya ada yang sedang membangun masjib kita ikut menyumbang. Kita tidak ada keinginan ingin dapat nama, begitu kita menyumbang, selesai, orang nya ingat atau tidak, itu bukan urusan kita lagi. Saya merasakan, kalau kita melakukan kegiatan itu dengan tulus ikhlas, maka jiwanya akan tentram. Karena kita tidak berharap imbalan”

 

Q: “Menurut Bapak, apa dampak teknologi, politik, sosial dan ekonomi dalam toleransi antar agama?”

A: “Dulu ada pendidikan moral Pancasila, dan sekarang mulai lagi dihidupkan. Salah satu orang Bali Pak Wisnu Bawa Tenaya, beliau adalah bawah Ibu Mega. Beliau ditetapkan sebagai orang yang diutus untuk menggerakan, bagaimana toleransi yang saat ini sedang terkoyak gara – gara Pilkada DKI kemarin. Sekarang disatukan lagi, dengan cara dulu sekolah umu dulu ada pelajaran Budi pekerti. Budi pekerti sangat penting, diajarkan bagaimana cara hormat kepada senior. Sekarang pun sedang berjalan, bagaimana siswa di sekolah mencium tangan gurunya, tapi tidak dihayati, hanya sebatas kulit. Nah, kalau itu bisa dilakukan dengan baik, maka anda akan tersadar bahwa orang tua lah yang paling dekat dengan Tuhan, karena apa yang anda minta akan dikasih. Makanya jangan durhaka kepada orang tua, saya meskipun dulu tidak diurusin saat sekolah tapi saya sangat sayang sama orang tua. Karena sekarang apa adanya itu semua karena ada orang tua. Kalau di Bali sebut nya catur guru, guru rupaka adalah yang melahirkan kita, guru pengajar adalah guru disekolah, guru wiseso adalah pemerintah, lalu guru swadyaya adalah Tuhan atau Sang Hyang Widhi. Kalau itu sudah diterapkan dengan baik, harusnya tidak ada guru yang aneh – aneh. Karena siswa nya melakukan, sekarang banyak yang kotradiktif, seperti di facebook, gara – gara guru ini muridnya dikemplang sampai sakit yang cukup viral itu. Itu namanya dia bukan guru, bagaimana guru itu sebetulnya ditiru.”

 

Q: ” Apakah Pendidikan karakter perlu diadakan di sekolah – sekolah atau perguruan tinggi?”

A: “Saya sangat setuju dengan Pendidikan karakter ini, tetapi tentu cara penyajiannya harus bagus. Kalo di Binus materi mata kuliah agama itu digabung. Itu salah satu bentuk Pendidikan karakter ya. Artinya, silahkan yang cocok dengan diri kita, kita pakai dan yang tidak cocok kita sekedar tahu saja. Saya kira konsep di Binus bagus sekali, dan kebetulan sama punya kenalan dosen agama disitu juga. Ternyata, di Binus sudah membuat konsep itu. Seharusnya dari tingkat PAUD, dari tingkat yang masih kecil diajarkan anak itu kita semua bersaudara. Maka seharusnya toleransi diajarkan sejak dini, atau paling tidak guru menjelaskan perbedaan yang ada disekitar kita.”

 

Q: ”Menurut kitab suci agama Bapak, apakah ada kutipan yang membahas tentang keberagaman ?”

A: “Kitab suci Hindu adalah catur wedha, sebetulnya disebut sloka atau ayat. Ada pasti sloka itu mengatur kebaragaman tadi. Salah satunya adalah kutipan Bhinneka Tunggal Ika itu. Bahwa kita ini boleh berbeda kulit, rambut, ras, pada prinsipnya kita adalah satu ciptaan yang di atas.”

 

Q: “Apakah dengan rajin beribadah atau ke tempat ibadah dapat meningkatkan sikap toleransi dengan orang lain ? Tolong sertakan alasannya !”

A: “Ini kemungkinan nya kita perlu berdebat juga ya. Misalnya ada orang yang bangun pagi, sembahyang, ingat Tuhan, tetapi dalam hidupnya tidak menggambarkan toleransi. Paling tidak secara umum, orang yang menghadap Tuhan, seharusnya kehidupan sehari – harinya bertoleransi. Kita memuja Tuhan, kita menghadap Tuhan sebetulnya ingin mendapatkan agar kita bisa bertoleransi. Dunia ini sebenarnya rwa bhineda, pasti dua berbeda itu ada, baik buruk itu pasti ada. Tinggal gimana banyak porsinya. Ada juga orang tiap hari ke Pura, hanya mengintip kotak sumbangannya. Seperti saya ini yang berpakaian memakai pudeng bukan berarti orang itu bertoleransi. Ada orang yang tidak pernah ke Pura, ada yang tidak pernah sembahyang tapi dimasyarakat nya luar biasa. Jadi kita tidak bisa melihat dari sisi bajunya saja. Contoh saat terjadi kasus pemboman di Bali yang menggunakan baju agama nya, justru orang Bali sendiri menggangap itu tidak bendar, karena yang salah orangnya dan justru kita anggap dia tidak beragama.”

 

Q: “Menurut Bapak apakah ada batasan-batasan dalam toleransi antar agama ? Tolong jelaskan !”

A: “Ini kemungkinan nya kita perlu berdebat juga ya. Misalnya ada orang yang bangun pagi, sembahyang, ingat Tuhan, tetapi dalam hidupnya tidak menggambarkan toleransi. Paling tidak secara umum, orang yang menghadap Tuhan, seharusnya kehidupan sehari – harinya bertoleransi. Kita memuja Tuhan, kita menghadap Tuhan sebetulnya ingin mendapatkan agar kita bisa bertoleransi. Dunia ini sebenarnya rwa bhineda, pasti dua berbeda itu ada, baik buruk itu pasti ada. Tinggal gimana banyak porsinya. Ada juga orang tiap hari ke Pura, hanya mengintip kotak sumbangannya. Seperti saya ini yang berpakaian memakai pudeng bukan berarti orang itu bertoleransi. Ada orang yang tidak pernah ke Pura, ada yang tidak pernah sembahyang tapi dimasyarakat nya luar biasa. Jadi kita tidak bisa melihat dari sisi bajunya saja. Contoh saat terjadi kasus pemboman di Bali yang menggunakan baju agama nya, justru orang Bali sendiri menggangap itu tidak bendar, karena yang salah orangnya dan justru kita anggap dia tidak beragama.”

 

Q: “Apa saran Bapak kepada Kami sebagai mahasiswa atau generasi penerus Bangsa dalam mengembangkan dan menjaga kerukunan dan toleransi agama ?”

A: “Saya di kelas walaupun saya mengajar pajak, saya sering menyelipkan kalimat – kalimat yang kaitan nya meneduhkan. Karena di umur saudara sekarang, masih sedang cari eksistensi diri ya. Artinya masih mudah terbawa. Tapi dari sisi saya sekalu agama Hindu, maka saran saya kepada adik – adik yang sedang menuntun ilmu. Disebutnya masa brahma cari, masa mengisi diri. Jadi ada brahma cari, grahasta, wanaprsta, artha, moksha. Jadi masanya adik – adik ini masa mengisi diri, silahkan anda dalam menuntun ilmu, isi dengan ilmu sebanyak – banyak nya. Setelah mengisi ilmu, carilah kerja karena tanpa harta kita tidak bisa hidup juga. Beragama kalau perut lapar juga tidak bisa kan? Jadi apapun yang kita lakukan harus dasarnya brahma atau kebaikan, lalu artha kita tidak mungkin bisa melaksanakan keagamaan dengan baik kalau perut kita lapar, lalu mencari artha sebaiknya harus dasarnya dharma, artinya ilmu yang adik – adik dapatkan terapkan untuk kebaikan, kebaikan disini yang bersifat universal tidak adanya sekat – sekat seperti tadi. Intinya kalau kita berbicara ilmu, kita kaitkan dengan Einstein, ilmu tanpa agama buta, sebaliknya agama tanpa ilmu hambar. Artinya ilmu yang anda dapat gunakan dengan sebaik – sebaiknya, dedikasikan sebaik – baiknya, paling tidak untuk diri sendiri dulu setelah itu untuk keluarga dan setelah itu untuk lingkungan lalu ke lingkungan yang lebih besar, yaitu negara. Kita adalah bagian dari organisasi yang disebut negara dan kita adalah anggotanya. Jadi adik – adik dalam masa menuntun ilmu hindarkan hal – hal negatif apalagi diajak ikut untuk memcah belah.”

Posted on 20 December '17 by , under Uncategorized. No Comments.

Bab III Konsep

Bab III

Konsep

 

Menurut Bacaan Madani, toleransi adalah sikap menerima dan menghormati perbedaan-perbedaan yang ada (Madani, 2017). Toleransi berarti kita tidak boleh mendiskriminasi seseorang berdasarkan suku, ras, dan agama seseorang. Oleh karena itu, toleransi antar umat beragama bisa dikatakan sebagai sikap menerima dan menghormati perbedaan-perbedaan antar umat beragama.

 

Toleransi antar umat beragama merupakan hal yang penting dalam terciptanya kerukunan antar umat beragama. Tanpa adanya toleransi antar umat beragama, maka akan terjadi perpecahan di antara umat beragama, diskriminasi agama, dan sebagainya. Oleh sebab itu, toleransi antar umat beragama harus dibangun.

 

Terciptanya toleransi antar umat beragama dapat terhambat karena beberapa hal, yaitu sebagai berikut :

 

  1. Radikalisme

 

Menurut KBBI, radikalisme merupakan paham yang menginginkan perubahan hingga ke akar-akarnya (Shandy, 2017). Radikalisme dapat menghambat terciptanya toleransi umat beragama karena radikalisme dapat menyebabkan kebencian terhadap kelompok agama tertentu dan melahirkan eklusivisme agama.

 

  1. Berita Hoax

 

Menurut MacDougall, berita hoax merupakan berita yang tidak memiliki nilai kebenaran (Manueke, 2017). Berita hoax yang bertujuan untuk memprovokasi kelompok agama satu dengan kelompok agama lain dapat menghambat terciptanya toleransi antar umat beragama.

 

  1. Fanatisme Sempit

 

Menurut Danu Djauhari, fanatisme sempit  adalah paham fanatisme yang menganggap hal-hal yang tidak sesuai dengan keyakinannya adalah musuh (Djauhari, 2015). Hal ini bertentangan dengan toleransi karena toleransi tidak melihat perbedaan sebagai musuh atau ancaman.

 

Toleransi antar umat beragama merupakan cermin keimanan seseorang. Semua agama mengajarkan cinta kasih kepada sesama manusia tanpa pengecualian. Untuk mengasihi sesama tanpa pengecualian, seseorang perlu memiliki sikap toleransi terhadap sesama. Dengan menunjukkan sikap toleransi, kita telah menjalankan ajaran agama yang kita anut.

 

Melalui toleransi antar umat beragama kita mengakui bahwa sesama tidak layak mendapatkan diskriminasi karena ia dan diri kita memiliki persamaan yaitu, sama-sama ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.

 

Dengan toleransi antarumat beragama, setiap umat beragama dapat bertindak untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik. Setiap umat beragama dapat saling bekerjasama untuk mewujudkan perdamaian dunia, memperbaiki taraf hidup, menegakkan keadilan, melakukan perbaikan akhlak, dan sebagainya.

 

Toleransi antar umat beragama mengajarkan kita untuk selalu menghargai perbedaan-perbedaan yang ada. Perbedaan-perbedaan tersebut akan memperkuat bukan melemahkan. Perbedaan-perbedaan tersebut akan mengajarkan kita untuk semakin menunjukkan sikap toleransi terhadap sesama.

Posted on 20 December '17 by , under Uncategorized. No Comments.

Bab II Metode Kegiatan

Bab II

Metode Kegiatan

 

Metode yang kami pilih untuk menjalankan kegiatan keagamaan ini adalah melakukan wawancara dengan beberapa tokoh agama yang berbeda. Kegiatan wawancara yang kami lakukan berupa diskusi atau membahas topik-topik yang bersangkutan dengan nilai-nilai toleransi, keberagaman, pluralisme, dan kerjasama antar umat beragama. Mengapa kami memilih untuk melakukan wawancara dengan tokoh agama ?

Alasan utama kami memilih metode kegiatan ini ialah agar kita bisa mempelajari lebih dalam mengenai agama, baik yang kita anut maupun tidak. Setiap agama tentunya memiliki ajaran ataupun peribadatan yang berbeda, oleh kerena itu dengan mempelajari ajaran agama yang lain tentu kita akan lebih saling menghormati, terbuka ataupun menghargai sesama umat beragama dalam kehidupan kita sehari-hari.

Metode kegiatan kami ialah wawancara yang berkaitan dengan keberagaman dan toleransi antar umat beragama. Adapun tempat dan waktu untuk melakukan wawancara adalah sebagai berikut :

  1. Ekayana Buddhist Centre atau Vihara Ekayana Arama yang berlokasi di Jl. Mangga II No. 8 RT.008/RW.08, Duri Kepa, Jakarta Barat, 11510.

Hari/Tanggal : Jumat, 10 November 2017

Pukul : 09.00

 

  1. Pura Candra Prabha yang berlokasi di Indraloka Raya No.1, RT.8/RW.10, Jelambar, Grogol petamburan, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11460. Hari/Tanggal : Minggu, 10 Desember 2017

Pukul : 07.30

 

  1. Rumah Pendeta Elisabeth Linda Hermawati S.Ag yang berlokasikan di Jl. Kebon Nanas Selatan 1 No. 7A RT.016/RW.08, Kelurahan Cipinang Cempedak, Jakarta Timur.

Hari/Tanggal : Kamis, 2 November 2017

Pukul : 14.00

Lembar Pertanyaan :

  1. Apakah pandangan Bapak/Ibu atau agama Bapak/Ibu mengenai keberagaman agama di Indonesia (dari sisi positif dan negatifnya) ?
  2. Menurut pandangan Bapak/Ibu, apakah solusi terbaik untuk menyelesaikan konflik-konflik yang berhubungan dengan keberagaman agama ?
  3. Menurut Bapak/Ibu apa yang harus pemerintah lakukan agar Indonesia bisa bersatu di antara keberagaman yang kita hadapi ?
  4. Indonesia belakangan ini semakin kelihatan bahwa walaupun semboyan kita ini “Bhineka Tunggal Ika”, tetapi masih ada saja kesenjangan sosial antar umat atau ras atau golongan, apa pendapat Bapak/Ibu tentang hal ini ?
  5. Bagaimana pandangan Bapak/Ibu mengenai kehidupan toleransi antar umat beragama yang sekarang dengan yang dulu ?
  6. Apakah pendapat Bapak/Ibu mengenai pemakaian media sosial dalam konteks keberagaman agama ? (Media sosial sering dipakai sebagai media untuk dakwah, diskusi, pendalaman agama, dll.)
  7. Apakah Bapak/Ibu setuju jika suatu negara atau daerah hanya terdiri dari 1 agama saja ? Tolong sertakan alasannya !
  8. Apakah Bapak/Ibu setuju bahwa toleransi antar umat beragama dapat meningkatkan kepedulian sosial ? Tolong sertakan alasannya !
  9. Menurut Bapak/Ibu lebih baik untuk mementingkan agama sendiri atau toleransi antar agama terlebih dahulu ? Tolong sertakan alasannya !
  10. Menurut Bapak/Ibu apakah hubungan antara kerukunan umat beragama dengan interaksi sosial ?
  11. Menurut Bapak/Ibu, setelah melihat keadaan Indonesia yang masih memiliki kesenjangan sosial karena perbedaan ini, apakah yang akan terjadi jika hal ini terus berlanjut ?
  12. Beberapa orang menganggap bahwa agama adalah sumber masalah atau sumber konflik, apakah Bapak/Ibu setuju dengan hal ini ? Apa alasannya ?
  13. Jika kita terpecah belah karena perbedaan agama, apakah sebaiknya di dunia ini kita tidak perlu ada agama saja, atau percaya pada satu agama saja agar kita bisa bersatu ? Apa alasannya ?
  14. Menurut Bapak/Ibu contoh karakteristik seseorang yang sudah memiliki toleransi antar agama seperti apa ? Tolong jelaskan !
  15. Menurut Bapak/Ibu apa dampak teknologi, politik, sosial, dan ekonomi dalam toleransi antar agama ?
  16. Apakah pendidikan karakter (toleransi,peduli,dll.) perlu diadakan di sekolah-sekolah atau perguran tinggi ? Tolong sertakan alasannya !
  17. Menurut kitab suci agama Bapak/Ibu, apakah ada kutipan yang membahas tentang keberagaman ?
  18. Apakah dengan rajin beribadah atau ke tempat ibadah dapat meningkatkan sikap toleransi dengan orang lain ? Tolong sertakan alasannya !
  19. Menurut Bapak/Ibu apakah ada batasan-batasan dalam toleransi antar agama ? Tolong jelaskan !
  20. Apa saran Bapak/Ibu kepada Kami sebagai mahasiswa atau generasi penerus Bangsa dalam mengembangkan dan menjaga kerukunan dan toleransi agama ?

Posted on 20 December '17 by , under Uncategorized. No Comments.